Mitos Dilarang Pakai Baju Hijau di Pantai Palabuhanratu, Kenapa?

3 weeks ago 26

Sukabumi -

Pantai Palabuhanratu di Sukabumi memang cantik. Namun di balik kecantikannya, tersimpan mitos dilarang memakai baju warna hijau di pantai itu. Kenapa?

Sejauh mata memandang, ombak besar pantai Selatan tampak berkejaran di tepian Pesisir Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Deburan air laut berpadu dengan hembusan angin, membawa aroma khas samudra yang menyelinap ke sela-sela dedaunan pohon kelapa yang melambai di tepi pantai.

Matahari yang mulai merunduk meninggalkan semburat jingga di cakrawala, sementara perahu-perahu nelayan yang berlayar tampak seperti siluet menari di tengah lautan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, di balik keindahan ini, ada satu kepercayaan yang terus diwariskan dari generasi ke generasi, yakni larangan mengenakan pakaian hijau saat berada di pantai.

Mitos ini bukan sekadar cerita kosong, melainkan kisah yang berakar kuat dalam budaya masyarakat pesisir Sukabumi.

Mitos ini sudah lama tertanam dalam masyarakat, menyatu dengan legenda Nyai Roro Kidul, sang Ratu Pantai Selatan. Konon, warna hijau adalah warna favorit sang ratu.

Mereka yang mengenakan pakaian hijau di pesisir pantai dipercaya akan menarik perhatiannya, hingga akhirnya 'dipanggil' ke dalam laut.

Beberapa kisah turun-temurun bahkan menyebutkan kejadian-kejadian misterius yang dialami oleh mereka yang melanggar larangan ini.

"Cerita itu sudah turun temurun di masyarakat pesisir selatan Palabuhanratu jadi semacam urban legend, soal pakaian hijau. Konon katanya warna favorit penguasa pantai selatan," kata Dedi (55) salah seorang nelayan Palabuhanratu, Sabtu (15/2/2025) akhir pekan lalu.

Sejumlah pengunjung bermain di kawasan pantai Citepus, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Minggu (24/12/2023). Menurut pengelola setempat, jumlah kunjungan wisatawan mengalami peningkatan sebesar 50 persen saat libur Natal dan tahun baru 2024. ANTARA FOTO/Henry Purba/agr/YUSejumlah pengunjung bermain di pantai Citepus, Palabuhanratu Foto: ANTARA FOTO/Henry Purba

Bagi sebagian orang, mitos ini bukan sekadar cerita, tetapi bagian dari kearifan lokal yang harus dihormati. Mata Dedi menerawang ke lautan, seolah mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang pernah ia saksikan sendiri.

"Ada beberapa kejadian kecelakaan wisatawan, sering dikaitkan dengan pakaian yang dikenakan, mayoritas hijau. Namun faktanya mayoritas korban yang ditemukan meninggal dunia mengambang di lautan kadang tidak ada pakaian yang melekat di tubuh," tuturnya.

Angin laut yang bertiup membelai rambut Dedi yang sudah memutih, sementara deru ombak yang menghantam pantai seakan mengamini perkataannya. Namun, di balik mitos yang kental dengan nuansa mistis, ada pula logika yang bisa menjelaskan larangan ini.

Warna hijau pada pakaian cenderung menyatu dengan warna air laut, membuatnya lebih sulit dikenali jika seseorang terseret arus. Ini bisa menjadi salah satu faktor yang mempersilit pencarian korban dalam operasi penyelamatan.

"Dalam beberapa kasus kecelakaan laut, pakaian hijau memang sulit terlihat di antara ombak, apalagi jika cuaca mendung atau senja mulai turun, mungkin itu yang menjadi alasan," ungkap Nuriansyah seorang anggota Badan Penyelamat Wisata Tirta (Balawista) Citepus, Palabuhanratu.

Cahaya matahari yang semakin redup memperburuk visibilitas pencarian korban kecelakaan laut, dan warna hijau menjadi seperti bayangan yang lenyap ditelan lautan.

Terlepas dari apakah seseorang percaya pada mitos ini atau tidak, satu hal yang pasti, pantai selatan Jawa memang memiliki ombak yang ganas dan arus bawah yang berbahaya.

Banyak wisatawan yang abai terhadap peringatan, bermain terlalu jauh ke tengah laut, lalu terseret arus tanpa sempat meminta pertolongan.

Mitos tentang pakaian hijau seolah menjadi cara masyarakat lokal untuk mengingatkan bahwa laut bukan sekadar tempat rekreasi, tetapi juga wilayah yang menyimpan risiko besar.

Bagi sebagian orang, mengenakan pakaian hijau di Pantai Selatan adalah tindakan nekat, seperti menantang sesuatu yang tidak terlihat. Namun bagi yang lain, ini hanyalah kepercayaan yang belum tentu terbukti kebenarannya.

Apapun sudut pandangnya, yang terpenting adalah memahami bahwa keindahan Palabuhanratu harus dinikmati dengan penuh kewaspadaan.


-------

Artikel ini telah naik di detikJabar.


(wsw/wsw)

Read Entire Article
Global Sports | Otomotif Global | International | Global news | Kuliner