Sidoarjo -
Viral kabar lumpur Lapindo berhenti menyembur. Kabar tersebut sudah beredar beberapa hari belakangan. Bagaimana faktanya di lapangan?
Beredar kabar Lumpur Lapindo di Kelurahan Siring Kecamatan Porong Sidoarjo, berhenti mengeluarkan semburan. Semburan Lumpur itu diketahui berasal dari Sumur Banjarpanji 1, yang pelaksanaan bagian dari kegiatan pengeboran eksplorasi gas Blok Brantas milik PT Lapindo Brantas di Desa Reno Kenongo Kecamatan Porong Sidoarjo.
"Memang benar beredar di media sosial bahwa semburan Lumpur di Porong berhenti," kata Sastro (42) mantan warga Desa Jatirejo, Kamis (13/3/2015).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semburan Lumpur Lapindo di Porong menyembur pertama pada 29 Mei 2006, sekitar pukul 05.30 WIB. Titik semburan berjarak 150 meter dari pemukiman warga Kelurahan Siring Kecamatan Porong Sidoarjo.
"Berita tersebut viral di media sosial sekitar seminggu yang lalu. Bahkan saya sendiri pada saat melihat di medsos, sempat penasaran. Kemudian pagi harinya saya ngecek ke tanggul penahan Lumpur semburan masih tampak menyembur," imbuh Sastro.
Sementara dari pantauan di atas tanggul penahan lumpur dari titik 21 dan titik 25 bahwa semburan Lumpur Lapindo tersebut masih tampak. Namun hanya terlihat asap putih yang diduga keluar dari titik semburan tersebut.
Beberapa Pon (Penampungan air) terlihat dipenuhi air. Di dalam pon terlihat tiga pompa berukuran besar yang berfungsi mengalirkan air ke Sungai Porong.
Di sisi selatan semburan terpantau ada 2 titik tempat pembuangan Lumpur Lapindo. Yaitu di Desa Pajarakan dan di Desa Besuki dekat dengan jembatan bekas jalan tol Surabaya-Gempol. Tapi dua titik tersebut tidak terlihat adanya lumpur yang tampak keluar dari pipa pembuangan itu.
Di dua titik pembuangan tersebut terdapat 4 - 5 pipa yang hanya mengeluarkan air, tidak disertai dengan Lumpur.
"Setiap hari pipa pembuangan itu masih aktif namun tidak mengeluarkan Lumpur, terlihat hanya air. Itu terbukti bahwa airnya keluar dari pipa tampak jernih," kata Wardiman, warga Besuki.
Sejarah lumpur Lapindo yang himpun detikJatim, berawal dari semburan lumpur panas mulai terjadi 29 Mei 2006 pukul 05.30 WIB, saat pengeboran sumur Banjar Panji-1 oleh PT Lapindo Brantas. Titik semburan berjarak 150 meter dari permukiman. Warga pun mencium bau gas yang menyengat dari semburan tersebut.
Bencana itu mengubur ribuan rumah, sekolah, rumah sakit, pabrik dan jalan tol hingga menyebabkan matinya aktivitas ekonomi di wilayah tersebut. Semburan Lumpur Lapindo sudah 19 tahun berlalu dampak dari semburan Lumpur Lapindo tersebut sekitar 25 ribu jiwa dari 8 desa di 3 kecamatan harus meninggalkan desanya.
Semburan lumpur yang disebut bencana nonalam itu terjadi di Dusun Balongnongo, Desa Renokenongo dan Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, Sidoarjo. Yang pasti, semburan lumpur panas itu tak dapat dikendalikan hingga meluber ke mana-mana. Lumpur menggenangi ruas jalan Tol Surabaya-Gempol hingga ditutup.
Semburan lumpur yang disebut bencana nonalam itu terjadi di Dusun Balongnongo, Desa Renokenongo dan Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, Sidoarjo. Yang pasti, semburan lumpur panas itu tak dapat dikendalikan hingga meluber ke mana-mana. Lumpur menggenangi ruas jalan Tol Surabaya-Gempol hingga ditutup.
Bencana itu sempat berubah menjadi destinasi wisata yang menarik banyak perhatian orang. Menurut Sastro, salah satu warga setempat, berkah dari wisata lumpur Lapindo itu cukup panjang.
Dia mampu menggaet untung antara Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu per hari sejak 2008 hingga 2018 karena masih cukup banyak masyarakat yang penasaran untuk berwisata di lumpur Lapindo.
Seiring berjalannya waktu, pada 2023 atau 17 tahun setelah lumpur Lapindo menyembur ini, penghasilan dari pemandu wisata lumpur tidak bisa lagi diandalkan. Penurunan pendapatan itu terasa begitu drastis hingga sekarang.
--------
Artikel ini telah naik di detikJatim.
(wsw/wsw)