Mengenal 6 Budaya dan Tradisi Jawa Peninggalan Nenek Moyang

20 hours ago 4

Jakarta -

Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, salah satunya adalah Suku Jawa. Ada berbagai macam tradisi dan budaya Jawa peninggalan dari nenek moyang yang terus-menerus berlangsung hingga sekarang.

Sedikit informasi, Suku Jawa merupakan salah satu suku terbesar di Tanah Air. Berdasarkan data milik Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Sensus Penduduk Tahun 2010, populasi Suku Jawa mencapai 95,2 juta jiwa atau 40,22% jumlah penduduk di Indonesia.

Populasi Suku Jawa yang luas juga mempengaruhi penyebaran budaya dan tradisi di Indonesia. Ingin tahu apa saja tradisi dan adat Jawa peninggalan dari nenek moyang? Simak pembahasannya dalam artikel ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asal Usul Suku Jawa

Mengutip Eureka! Edisi 8: Misteri Indonesia Benua Tenggelam, ahli Paleontologi ITB Prof Yahdi Zaim mengatakan, manusia Suku Jawa asal mulanya lebih masuk ke Austronesia, yakni kelompok yang secara taksonomi masuk ke golongan Homo sapiens.

Sapiens sendiri artinya orang bijak dan cerdas. Nah, manusia di era saat ini sudah masuk ke kelompok Homo sapiens sapiens. Artinya, manusia di zaman modern adalah manusia yang sangat cerdas.

Sementara menurut Babad Tanah Jawi, diceritakan bahwa masyarakat Jawa berasal dari Kerajaan Keling atau Kalingga yang berada di daerah India Selatan. Kala itu, salah satu Pangeran Kerajaan Keling yang tersisih akibat perebutan kekuasaan pergi meninggalkan kerajaan dan diikuti oleh para pengikutnya.

Pangeran Keling pergi sangat jauh dari kerajaan, sampai akhirnya ia menemukan sebuah pulau kecil yang tidak berpenghuni. Pangeran dan para pengikutnya lalu bergotong royong untuk mendirikan pemukiman, yang kemudian pulau tersebut diberi nama Javaceckwara. Hal tersebut yang menjadikan keturunan pangeran dan para pengikutnya dianggap sebagai nenek moyang suku Jawa.

Budaya dan Tradisi Jawa Peninggalan Nenek Moyang

Sejak ratusan tahun lalu, budaya dan tradisi Suku Jawa terus berlangsung dan dipertahankan sampai sekarang. Simak enam budaya dan tradisi Jawa peninggalan dari nenek moyang di bawah ini:

1. Wayang Kulit

Wayang kulit merupakan salah satu warisan budaya Jawa yang sarat akan nilai kehidupan, baik dari tokoh yang diperankan maupun jalan cerita dalam pagelaran wayang.

Mengutip e-jurnal milik ump.ac.id, wayang kulit kulit berasal dan lahir di Jawa Timur. Pendapat itu dikemukakan oleh peneliti dan ahli dari Indonesia dan Barat, seperti Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt. Mereka punya alasan kuat kenapa wayang berasal dari Jawa.

Alasan utamanya karena wayang masih sangat erat kaitannya dengan budaya dan agama masyarakat Indonesia, khususnya bagi orang Jawa. Adapun sejumlah tokoh pewayangan utama yang terkenal, seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong.

Kemudian, selama pemerintahan Raja Kahuripan (976-1012) Prabu Airlangga, saat kerajaan Jawa Timur tengah berkembang pesat budaya wayang dianggap sudah ada di Tanah Air. Pada abad ke-10, para pujangga Jawa telah menulis berbagai karya sastra berdasarkan cerita wayang.

Salah satunya adalah kakawin, yakni karya sastra yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuna selama pemerintahan Raja Dyah Balitung (989-910). Karya tersebut merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karya pujangga India Walmiki.

Lalu, para pujangga Jawa tak hanya menerjemahkan cerita Ramayana dan Mahabharata ke dalam bahasa Jawa Kuna, tapi juga mengubah dan menceritakan kembali cerita tersebut dengan memberikan falsafah Jawa ke dalamnya. Sebagai contoh, kakawin Mpu Kanwa Arjunawiwaha yang berasal dari Kitab Mahabharata.

Pengaruh wayang kulit juga erat kaitannya dengan masuknya ajaran Islam ke Tanah Air pada abad ke-15. Saat itu, wayang kulit dipakai untuk menyampaikan gagasan religius dari falsafah wayang kepada masyarakat.

2. Senjata Tradisional

Suku Jawa juga dikenal memiliki senjata tradisional. Senjata tersebut memiliki makna tersendiri serta bentuknya yang unik. Salah satu senjata tradisional khas Jawa adalah keris.

Keris merupakan alat pusaka yang dibuat oleh para Mpu. Senjata tersebut diberikan mantra-mantra sehingga dipercaya memiliki kesaktian.

Salah satu keris yang melegenda adalah keris Mpu Gandring. Dalam kisah Ken Arok, keris tersebut mampu menjadikannya sebagai penguasa Kerajaan Singasari.

Keris dapat dibuat dengan menggunakan berbagai macam bahan. Pada umumnya, setiap daerah di Jawa memiliki perbedaan keris dari segi bahan dan model yang digunakan.

Kini, keris lebih banyak digunakan sebagai aksesoris pakaian adat atau sebagai souvenir. Bahkan, beberapa orang sengaja mengoleksi keris di rumahnya.

3. Tarian Tradisional

Ada banyak tarian tradisional Suku Jawa yang populer, salah satunya adalah tarian Reog Ponorogo. Dalam seni tari ini, terdapat penari topeng yang menyerupai harimau berukuran besar dengan hiasan bulu ekor merak.

Kemudian, sejumlah penari lainnya mengenakan kostum raja, panglima perang, kesatria, dan prajurit yang menunggangi kuda.

Seni ini melibatkan sejumlah penari yang punya peran masing-masing dalam alur cerita. Adapun penari yang menjadi ikon dari pertunjukan seni ini adalah pembarong yang menari membawa dadak merak dengan cara digigit di mulutnya.

Kesenian tari Jawa lainnya yang juga terkenal adalah tari gandrung. Tari tradisional ini populer di Banyuwangi, Jawa Timur.

Dalam buku Pendidikan Seni Budaya untuk Kelas VIII SMP oleh Yoyok RM dan Siswandi, kata "gandrung" berasal dari bahasa Jawa yang artinya tergila-gila atau cinta habis-habisan. Jenis tari ini melibatkan seorang penari profesional wanita yang menari bersama para tamu dengan iringan gamelan.

Tari gandrung kerap dipentaskan dalam sejumlah acara formal di Jawa, mulai dari perkawinan, khitanan, pethik laut, dan peringatan hari kemerdekaan Indonesia.

4. Alat Musik Tradisional

Dalam pentas seni tari tradisional Jawa, biasanya penari akan diiringi oleh sejumlah lagu. Nah, untuk memainkan lagu tersebut maka dibutuhkan sejumlah alat musik yang disebut sebagai gamelan.

Sebagai informasi, gamelan adalah ansambel atau perpaduan alat musik tradisional yang terdiri dari kendang, gong, kenong, bonang, kempul, gambang, slenthem, dan lain sebagainya. Perpaduan alat musik ini memiliki sistem nada non diatonis yang menyajikan suara indah jika dimainkan secara harmonis.

Kata gamelan berasal dari bahasa Jawa, yakni "gamel" yang artinya memukul atau menabuh. Merujuk juga pada jenis palu yang digunakan untuk memukul instrumen, sedangkan akhiran "an" merujuk pada kata benda.

Umumnya, gamelan Jawa dengan irama lembut digunakan untuk mengiringi pagelaran wayang dan pertunjukan tari tradisional. Gamelan juga digunakan oleh Wali Songo untuk menyebarkan agama Islam.

Namun dalam perkembangannya, gamelan Jawa bisa berdiri sendiri sebagai sebuah pertunjukan musik yang lengkap dengan penyanyi atau sinden.

5. Aksara Jawa

Aksara Jawa merupakan aksara yang digunakan oleh masyarakat Jawa pada zaman dahulu dalam mengembangkan tradisi tulis. Menurut catatan sejarah, masyarakat Jawa telah memiliki tradisi tulis sejak tahun 700 Masehi.

Mengutip e-jurnal milik Fakultas Bahasa, Seni, dan Budaya Universitas Negeri Yogyakarta, aksara Jawa terdiri dari 20 aksara yaitu ha-na-ca-ra-ka da-ta-sa-wa-la pa-dha-ja-ya-nya ma-ga-ba-tha-nga.

Aksara itu disebut sebagai aksara Nglegana atau 'telanjang' karena tidak memiliki Sandhangan atau yang membuatnya bisa memiliki bunyi vokal lain.

Agar aksara Jawa mempunyai bunyi dengan vokal lain, maka dibutuhkan semacam simbol tambahan yang disebut Sandhangan. Perlu diketahui aksara Jawa memiliki sistem silabis, jadi untuk aksara mati perlu ditambahkan semacam simbol lain atau Sandhangan.

6. Kejawen

Kejawen merupakan budaya yang cukup terkenal dan melekat pada Suku Jawa. Budaya ini mengajarkan tentang kombinasi dari adat istiadat, budaya, pandangan sosial, dan filosofis orang Jawa.

Orang Jawa yang percaya dengan Kejawen relatif taat dengan agamanya. Mereka tetap menjalankan perintah dan larangan agama yang dianut dengan menjaga diri sebagai orang pribumi. Pada dasarnya, Kejawen merupakan ajaran filsafat yang mendorong manusia untuk tetap taat dengan Tuhan-Nya.

Inti dari ajaran Kejawen dikenal dengan 'Sangkan Paraning Dumadhi' yang artinya 'dari mana datang dan kembalinya hamba Tuhan'. Ajaran ini menjelaskan bahwa orang Jawa sejak zaman dahulu sudah mengakui keesaan Tuhan.

Aliran filsafat Kejawen biasanya berkembang seiring dengan agama yang dianut orang tersebut. Maka dari itu terdapat istilah Islam Kejawen, Hindu Kejawen, Buddha Kejawen, dan Kristen Kejawen di masyarakat.


(ilf/fds)

Read Entire Article
Global Sports | Otomotif Global | International | Global news | Kuliner