Jabodetabek Butuh Hutan Sebagai Penyangga, Jangan Digadai Demi Wisata

12 hours ago 4

Jakarta -

Juru Kampanye Forest Watch Indonesia (FWI) Anggi Putra Prayoga mengatakan banjir parah di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dijadikan pelajaran penting untuk menyadari kebutuhan hutan penyangga. Selain itu, pengelolaan hutan harus memprioritaskan perlindungan alam, bukan hanya kepentingan pembangunan wisata yang berisiko merusak.

Setelah banjir, penelusuran pun dilakukan. Ternyata, didapati hutan sebagai daerah resapan air di kawasan Puncak telah disulap menjadi tempat wisata dengan bangunan beton. Kawasan hutan di tiga Daerah Aliran Sungai (DAS); Ciliwung, Kali Bekasi, dan Cisadane telah beralih fungsi menjadi berbagai macam bangunan.

"Sayangnya hutan tidak lagi dilihat sebagai fungsi, melainkan komoditas yang selalu dikalahkan untuk berbagai kepentingan," kata Anggi seperti dikutip dari Antara, Jumat (14/3/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sisa hutan di tiga DAS itu bahkan rata-rata persentase tersisa terhadap luas DAS di bawah 30 persen. Sisa hutan pada DAS Sungai Ciliwung 14 persen, Kali Bekasi (4 persen), dan Cisadane (21 persen).

Padahal, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UUK), memandatkan setidaknya 30 persen dari luas DAS merupakan kawasan hutan. UUK itu mengatur pengelolaan hutan, pembagian hutan, dan pemanfaatan hutan.

"Hutan harus dilihat sebagai fungsinya untuk menunjang sistem penyangga kehidupan bukan sekedar tegakan pohon saja untuk dieksploitasi," kata dia.

Anggi menambahkan dalam UUK fungsi hutan dibagi ke dalam tiga yakni lindung, produksi, dan konservasi. Kementerian Kehutanan (Kemenehut) telah menunjuk hutan di tiga wilayah DAS itu setidaknya sekitar 23 ribu hektare dari ketiga DAS tersebut sebagai kawasan hutan produksi.

Anggi menjelaskan kebijakan yang ada justru mendorong perusakan hutan bukan perlindungan hutan, karena hutan produksi lebih mengedepankan hasil hutan kayu dibanding hasil hutan bukan kayu, seperti jasa lingkungan.

Kebijakan Tata Ruang yang Keliru

Dia mengatakan pemerintah juga memiliki andil dalam habisnya hutan di sepanjang DAS sungai-sungai itu. Perubahan kebijakan tata ruang juga turut memfasilitasi alih fungsi hutan dan lahan di ketiga hulu sungai di Kabupaten Bogor.

Setidaknya, terjadi penyusutan kawasan lindung dalam rencana pola ruang Kabupaten Bogor. Luasnya diperkirakan mencapai 71.595 hektare dari kawasan hutan lindung ke kawasan hutan budi daya.

Menurutnya, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor yang saat ini berlaku memiliki kawasan lindung yang lebih sedikit dibandingkan dengan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2016 tentang RTRW Kabupaten Bogor yang berlaku sebelumnya.

Anggi mengatakan di kawasan Puncak Bogor, perkebunan teh dan kawasan hutan produksi merupakan kawasan lindung pada Perda RTRW sebelumnya, sehingga pembangunan sangat dibatasi. Sebagai konsekuensi, perkebunan teh di Kawasan Puncak Bogor, yang berada di atas Hak Guna Usaha (HGU) juga berfungsi sebagai daerah resapan air.

Nah, perubahan peruntukan ruang menjadi kawasan budi daya seperti pada Perda RTRW saat ini memungkinkan pembangunan lebih bebas dan terang-terangan.

Konversi kebun teh terjadi secara besar-besaran di Kawasan Puncak Bogor untuk memenuhi ambisi pembangunan wisata dengan mengalihfungsikan daerah resapan air itu terjadi pada objek wisata Hibisc Fantasy Puncak milik PT Jaswita Jabar.

Banjir yang melanda Kawasan Puncak Bogor telah menyebabkan gangguan aktivitas dan kerusakan infrastruktur publik di beberapa titik.

Hujan dengan intensitas tinggi menyebabkan aliran Sungai Ciliwung meluap dan merendam sejumlah area pemukimandan jalur utama yang menghubungkan Bogor dengan Kawasan Puncak. Jakarta dan Kota Bekasi turut lumpuh akibat meluapnya Sungai Ciliwung dan Kali Bekasi.


(fem/fem)

Read Entire Article
Global Sports | Otomotif Global | International | Global news | Kuliner