Refleksi 21 Tahun Tsunami Aceh: Smong dan Pentingnya Mitigasi Bencana

3 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Hari ini tepat 21 tahun lalu, pada 26 Desember 2004, pukul 07.58 WIB, gempa bumi maha dahsyat berkekuatan Magnitudo 9,1 mengguncang wilayah barat laut Sumatera. Gempa megathrust ini memicu gelombang tsunami dahsyat yang menerjang pesisir barat Aceh dan sejumlah negara di sekitar Samudera Hindia. Dalam waktu singkat, ribuan rumah hancur, infrastruktur lumpuh, dan ratusan ribu nyawa melayang.

Tsunami Aceh 2004 menewaskan lebih dari 230.000 orang di 14 negara, Indonesia menjadi negara paling terdampak. Di Aceh sendiri, korban jiwa diperkirakan mencapai 160.000 hingga 170.000 orang, dan ratusan ribu lainnya kehilangan tempat tinggal. Tragedi ini menjadi salah satu bencana alam paling mematikan dalam sejarah modern.

Untuk mengenang peristiwa pilu itu, ribuan warga dari berbagai daerah di Aceh menghadiri doa bersama peringatan 21 tahun gempa tsunami, sekaligus doa bagi Aceh yang baru saja dilanda banjir bandang parah. Doa dan zikir bersama dipusatkan di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh di Banda Aceh, Jumat (26/12/2025).

Sejak pagi warga terus berdatangan dan memasuki masjid kebanggaan masyarakat Bumi Serambi Mekah tersebut. Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah mengatakan doa bersama tersebut untuk mengenang bencana 21 tahun silam. Ratusan ribu jiwa menjadi korban gelombang dari laut.

"Selain bencana 21 silam, doa bersama ini juga untuk korban bencana sebulan lalu. Gelombang dari Gunung melanda 18 dari 23 Kabupaten kota di Aceh," kata Fadhlullah.

Ustadz Abdul Somad dalam tausiahnya mengatakan banyak komentar masyarakat di media sosial. Kenapa bencana terjadi, karena Allah SWT menguji manusia.

Ia mengatakan dalam Al Quran disebutkan bencana terjadi karena semua sudah tertulis di kitab Allah yang dinamakan takdir. Jadi, bencana sudah merupakan ketetapan, dan pasti terjadi.

"Inilah jawabannya. Namun, bencana tersebut juga ada andil manusia dengan merusak daratan dan laut. Pohon yang menahan air ditebang, sehingga air tidak bisa ditahan dan terjadilah banjir bandang," katanya.

Menurut dia, kerusakan hutan tidak hanya oleh mereka yang menebang pohon, tetapi juga pejabat yang menandatangani izin konversi lahan dari kawasan hutan menjadi perkebunan.

"Ketika bencana terjadi, tidak hanya mereka yang berperan langsung dalam kerusakan, tetapi juga orang-orang yang tidak terlibat langsung seperti pejabat yang menandatangani izin. Akibatnya, masyarakat yang tidak tahu apa-apa ikut juga menjadi korban," katanya.

Smong Kearifan Lokal Simeulue

Sementara itu, masyarakat di Batu Berlayar, Kecamatan Teupah Selatan, Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh, menggelar kenduri laut dan peringatan 21 tahun bencana tsunami dengan zikir akbar dan doa bersama.

Kegiatan tersebut dipusatkan di Pantai Ujung Balla, Desa Pulau Bengkalak, Kecamatan Teupah Selatan, Kabupaten Simeulue, Kamis.

Kenduri laut dan peringatan 21 tahun tsunami dihadiri Bupati Simeulue Muhammad Nasrun Mikaris dan Wakil Bupati (Wabup) Simeulue Nusar Amin, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Simeulue Rasmanuddin A Rahim, serta para pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simeulue.

Ketua Panitia Kenduri Laut Ali Hamdan mengatakan kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Allah serta momentum mengenang bencana tsunami yang terjadi 21 silam.

"Masyarakat Simeulue mengenal tsunami dengan smong. Smong ini menjadi kearifan lokal dalam mitigasi bencana sejak beberapa generasi silam. Dari kearifan lokal tersebut banyak masyarakat selamat dari bencana tsunami," katanya.

Smong sendiri merupakan kearifan lokal berupa sastra lisan (nyanyian, cerita, syair) yang berasal dari suku Simeulue, Aceh. Berisi pengetahuan turun-temurun tentang tanda-tanda tsunami (gempa kuat, air laut surut drastis) dan cara menyelamatkan diri dengan lari ke tempat tinggi. Pada peristiwa tsunami Aceh 2004, smong terbukti efektif menyelamatkan ribuan nyawa karena diwarisi dari pengalaman tsunami 1907.

Dalam bahasa Simeulue (Devayan), Smong sepadan maknanya dengan hempasan gelombang air laut besar (tsunami). Berawal dari pengalaman pahit masyarakat Simeulue saat tsunami besar melanda pada1907, yang menelan banyak korban. Smong mengajarkan tanda-tanda alam yang muncul sebelum tsunami (peringatan dini), seperti gempa bumi yang sangat kuat dan air laut yang surut drastis hingga ikan terdampar di pantai.

Pesan utamanya adalah jika terjadi gempa kuat terasa dan air laut surut mendadak, segera lari ke tempat tinggi.

Tradisi lisan ini disampaikan secara turun-temurun melalui cerita rakyat, nyanyian, dan syair yang mudah diingat anak-anak. Saat tsunami 2004, pengetahuan Smong membuat penduduk Simeulue lebih sigap, sehingga dari 78.000 penduduk, hanya sedikit yang menjadi korban, menjadikannya contoh mitigasi bencana yang sangat berhasil.

Smong bukan hanya pengetahuan, tetapi juga simbol ketahanan dan identitas budaya masyarakat Simeulue yang terus diwariskan dan bahkan menjadi nama panggilan. Nilai Smong kini dipelajari dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk antropologi, pendidikan, dan kebencanaan, sebagai media penyampai ilmu mitigasi yang efektif.

Pentingnya Mitigasi Bencana

Sementara itu Bupati Simeulue Muhammad Nasrun Mikaris mengatakan bencana tsunami atau smong yang terjadi 21 tahun silam menjadi pembelajaran bagi masyarakat dalam mitigasi sebuah bencana

"Smong telah mengajarkan masyarakat Simeulue menjauh dari pantai dan menuju ke tempat lebih tinggi sebagai lokasi evakuasi. Dan terbukti, tidak banyak masyarakat Simeulue menjadi korban saat bencana tsunami 26 Desember 2004," katanya.

Terkait kenduri laut, Bupati mengatakan merupakan wujud syukur masyarakat atas hasil laut melimpah serta doa kepada nelayan agar selamat dalam menangkap ikan di laut lepas.

"Kami mendukung kenduri laut dan peringatan 21 tahun tsunami yang digelar masyarakat ini. Kami juga berharap dukungan masyarakat untuk pembangunan Simeulue yang lebih maju, hebat dan bermartabat," kata Bupati Muhammad Nasrun Mikaris.

Kabupaten Simeulue merupakan wilayah kepulauan terluar di Provinsi Aceh. Pulau Simeulue berada di Samudra Hindia yang jaraknya sekitar 180 mil laut dari pesisir barat Pulau Sumatra.

Kabupaten Simeulue merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat sejak tahun 1999. Kabupaten Simeulue memiliki 10 kecamatan dengan 138 gampong atau desa yang dihuni sekitar 94 ribuan jiwa.

Read Entire Article
Global Sports | Otomotif Global | International | Global news | Kuliner