Dari Deru Mesin Hingga Riuh Bebek, Kisah Dua Pelaku Usaha di Sampang Perlahan Naik Kelas

Liputan6.com, Jakarta - Pagi di Sampang tidak selalu dimulai dengan hiruk-pikuk kota. Di Pulau Mandangin, deru mesin sepeda motor memecah sunyi pesisir. Sementara di Dusun Slabayan, Desa Sejati, suara bebek-bebek petelur bersahutan, menandai kehidupan yang terus bergerak.

Dua tempat berbeda, dua bunyi yang tak sama, namun menyimpan cerita serupa tentang harapan, kerja keras dan pelaku usaha kecil yang perlahan naik kelas berkat program jaring aspirasi masyarakat yang digelar oleh Medco Energi Sampang Pty Ltd.

Di balik suara mesin itu, ada Fausul (30), pemuda Pulau Mandangin yang kini menghabiskan hari-harinya di sebuah bengkel sepeda motor sederhana. Tangannya kerap berlumur oli, namun matanya menyimpan keyakinan yang tak pernah ia miliki beberapa tahun lalu.

Pulau Mandangin bukanlah tempat yang mudah untuk memulai usaha. Sebelum bengkel itu berdiri, Fausul dan banyak pemuda seusianya hidup dari pekerjaan serabutan. Hari ini bekerja, besok belum tentu. Tidak ada kepastian, apalagi rencana masa depan.

“Kami dulu tidak punya keahlian. Yang penting bisa dapat uang,” ujar Fausul, Rabu (17/12).

Perubahan datang pada 2016, ketika aspirasi masyarakat Pulau Mandangin disuarakan dalam kegiatan jaring aspirasi. Harapan mereka sederhana pelatihan keterampilan agar pemuda desa bisa mandiri. Dari harapan itulah, sebuah pelatihan servis sepeda motor lahir.

Enam pemuda pesisir, termasuk Fausul, dipilih. Mereka datang tanpa bekal teknis, hanya membawa kemauan belajar. Mesin, peralatan bengkel dan istilah teknis terasa asing.

Kesalahan demi kesalahan menjadi bagian dari proses. Namun pelan-pelan, tangan yang kaku mulai terbiasa, keraguan berubah menjadi percaya diri.

Pelatihan itu tak hanya mengajarkan cara memperbaiki motor, tetapi juga menumbuhkan keberanian untuk bermimpi lebih jauh. Usai pelatihan, bantuan peralatan menjadi titik awal lahirnya bengkel kecil di Pulau Mandangin.

Bengkel yang kini menjadi sandaran warga, sekaligus sumber penghidupan yang lebih pasti bagi Fausul dan rekan-rekannya. “Sekarang penghasilan lebih stabil. Keluarga juga terbantu,” kata Fausul.

Sementara itu, di daratan Sampang, kisah serupa tumbuh dari kandang bebek petelur. Syaifullah atau Syaiful (39) melangkah di antara ratusan bebek di Boster Farm, memastikan pakan dan air tersedia. Pemandangan ini adalah buah dari perjalanan panjang yang pernah diwarnai kegagalan.

Sebelum bebek-bebek itu bertelur rutin, Syaiful pernah jatuh. Usaha ternak lele yang ia rintis kandas, menyisakan kekecewaan dan keraguan. Namun ia memilih tidak berhenti.

Kesempatan datang ketika program pemberdayaan menjangkau Desa Sejati. Melalui asesmen dan pendampingan, Syaiful mengikuti pelatihan peternakan bebek di Blitar. Ia belajar dari nol manajemen pakan, perawatan ternak, hingga pengolahan telur asin.

Tak hanya ilmu, bantuan nyata pun diterima ratusan bibit bebek, pakan, vaksin, peralatan, hingga identitas usaha. Dukungan keluarga semakin menguatkan langkahnya, dengan tambahan modal Rp 25 juta untuk memperluas usaha.

Hari ini, Boster Farm tak lagi sekadar usaha rumahan. Telur-telur bebeknya menembus pasar desa, pasar tradisional, hotel di Pamekasan hingga Surabaya. Setiap dua minggu, bebek dikirim. Telur asin produksi Boster Farm pun mulai dikenal karena kualitas dan rasanya.

Keuntungan sekitar Rp 900 ribu per bulan mungkin tak terdengar besar, tetapi bagi Syaiful, itu adalah simbol keberlanjutan. Lebih dari itu, enam warga sekitar kini ikut bekerja, merasakan denyut ekonomi yang dulu tak pernah ada.

“Dari kegagalan, saya belajar bangkit,” ujar Syaiful.

Dua kisah ini, Fausul dengan bengkelnya dan Syaiful dengan bebek-bebeknya menjadi cermin bahwa naik kelas bukan selalu tentang angka besar atau gedung megah. Ia adalah tentang perubahan cara hidup dari serabutan menjadi terampil, dari mencoba-coba menjadi terencana, dari bertahan menjadi bertumbuh.

Di Pulau Mandangin, suara mesin terus berputar. Di Desa Sejati, bebek-bebek terus bertelur. Dan di antara suara-suara sederhana itu, ada pelaku usaha kecil di Sampang yang pelan-pelan membuktikan bahwa dengan kesempatan, pendampingan, dan ketekunan, harapan bisa tumbuh dari tempat paling sederhana.