Jakarta -
Beberapa orang berlaku pemilih pada makanannya atau dikenal dengan istilah 'picky eater'. Ternyata karakter ini dipengaruhi genetik. Begini kata ahli.
Bukan hal yang aneh ketika ada seseorang menyukai suatu makanan sementara yang lainnya membenci makanan tersebut. Tak hanya terjadi pada anak-anak, kebiasaan memilah-milih makanan atau picky eater juga banyak terjadi pada orang dewasa.
Rasa yang pahit atau perasaan jijik ketika melihat suatu makanan menjadi alasannya. Merasa tergelitik dengan fenomena tersebut beberapa peneliti mencoba menggali terkait sikap picky eater.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebuah penelitian yang dipublikasi berjudul Journal of Child Psychology and Psychiatry menjadi rujuk awal dalam penelitian ini. Melansir Unilad (1/1) subjek penelitiannya berdasarkan anak-anak yang terlahir dari orang tua dengan memiliki kembaran.
Baca juga: Bantu Ojol yang Kena Orderan Fiktif, Pria Ini Dipuji Netizen
Kebiasaan memilih makanan ternyata sudah terbentuk sejak kecil. Foto: Getty Images/Suriyawut Suriya
UCL, King's College London dan University of Leeds menemukan bahwa kebiasaan memilih makanan mulai terjadi pada usia 7 tahun. Setelah melalui masa tersebut anak-anak akan menolak suatu jenis makanan sampai mereka dewasa.
Berdasarkan persentase data pada penelitiannya, sebanyak 60% anak menjadi pemilih ketika makan setelah menginjak usia lebih dari 16 bulan. Tetapi angka tersebut meningkat hingga 74% pada anak berusia 3 - 13 tahun.
Namun penelitian lainnya menemukan bahwa orang tua yang memiliki kembaran tak identik lebih rendah menjadi picky eater. Sementara orang tua yang tumbuh dengan memiliki saudara kembar identik cenderung lebih pemilih terhadap makanannya.
"Sikap memilah milih makanan pada anak-anak menjadi sumber kecemasan bagi orang tua dan perawatnya, seringkali menyalahkan diri sendiri atas karakter anak yang enggan menyantap semua makanan," jelas Dr. Zeynep Nas selaku peneliti dari UCL.
Ahli mengakui sulit bagi orang dewasa mengubah kebiasaan memilih milih makanan. Foto: Getty Images/Suriyawut Suriya
Sementara Dr. Clare Llewellyn dari UCL menyebut pengaruh anak yang pemilih saat makan berkaitan dengan faktor genetik. Kebiasaan orang tua memilah-milih makanan dan lingkungan yang dibangun ketika waktu makan berkaitan erat dengan dampak tersebut.
Mengajak anak-anak untuk makan di meja makan bersama orang tua menjadi cara terbaik untuk mengenalkan makanan dengan lebih luas. Sehingga anak-anak akan lebih familiar dengan sayuran, buah-buahan, hingga usia efektifnya menentukan makanan yang disukainya.
Mengingat anak adalah meniru orang tuanya yang paling baik, sehingga orang tua sendiri harus mencontohkan anak bagaimana cara makan yang baik. Tidak memilah-milih, mengonsumsi sayur dan buah, hingga selalu menghabiskan makanan harus dilakukan bersama anak.
Dr. Alison Fildes dari University of Leeds menyebut bahwa karakter ini sulit diubah. Anak yang sejak kecil kerap memilih beberapa makanan spesifik saja akan sulit mengubah palet lidahnya hingga dewasa.
Sehingga bukan hal yang aneh ketika orang dewasa sesekali tampak seperti anak-anak ketika memilih makanan. Butuh komitmen dan kemauan untuk kembali berkenalan dengan palet rasa makanan yang tak pernah dikonsumsinya sejak kecil.
(dfl/odi)