Trump Minta Pakai Sedotan Plastik Lagi, Walhi Bali: Langkah Berbahaya

4 weeks ago 22

Jakarta -

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyerukan rakyatnya untuk kembali menggunakan sedotan plastik. Direktur Eksekutif Walhi Bali, Made Krisna Dinata menilai pernyataan itu adalah langkah mundur yang sangat berbahaya bagi keberlanjutan lingkungan.

Dirangkum detikTravel, Kamis (13/2/2025), Trump memerintahkan rakyatnya untuk kembali menggunakan sedotan plastik. Dia akan meneken beleid untuk mengakhiri kebijakan pendahulunya, Joe Biden, yang mendorong penggunaan sedotan yang lebih ramah lingkungan.

"Saya akan menandatangani perintah eksekutif pekan depan, mengakhiri dorongan konyol dari Biden untuk menggunakan sedotan kertas yang tidak ada gunanya. KEMBALI KE PLASTIK," cuit Donald Trump di akun X-nya pada 8 Februari 2025.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pernyataan Trump sekaligus membatalkan kebijakan Joe Biden, saat menjabat sebagai Presiden AS. Biden memperkenalkan skema untuk mengakhiri penggunaan plastik sekali pakai di lingkungan pemerintahan, targetnya adalah pemerintahan bebas plastik sekali pakai pada 2035.

Biden ingin mengurangi polusi plastik di AS. Plastik membutuhkan waktu lama untuk terurai. Plastik juga dapat membahayakan lingkungan dan hewan-hewan.

Saat itu, pemerintahan Biden mengatakan bahwa mereka mendukung "tujuan untuk mengakhiri polusi plastik pada tahun 2040," dengan menambahkan bahwa "polusi plastik berdampak negatif pada lingkungan dan kesehatan masyarakat."

California adalah negara bagian pertama yang sepenuhnya melarang sedotan plastik pada tahun 2019, diikuti oleh negara bagian lain seperti New York, Washington DC, dan Colorado.

Kembali ke Trump tapi mundur tahun 2019 silam, saat itu sedotan plastik juga menjadi alat kampanye Trump di Pilpres AS. Sedotan itu dijual USD 15 untuk 10 batang. Sedotan plastik menjadi simbol perlawanan terhadap narasi kubu liberal, musuh kubu Trump.

Di Negeri Paman Sam, pendukung kesadaran soal kelestarian lingkungan biasanya adalah kubu liberal, termasuk kampanye gaya hidup ramah lingkungan.

Saat itu, manajer kampanye Donald Trump yakni Brad Parscale, mencuit di Twitter (sekarang X), "Making straws great again (jadikan sedotan plastik berjaya lagi)."

Walhi menilai langkah Trump itu tidak hanya meremehkan bahaya polusi plastik terhadap ekosistem laut dan daratan, tetapi juga mencerminkan pandangan yang cenderung mendukung perluasan produksi plastik.

"Langkah itu dapat memperburuk krisis plastik global yang sudah mengancam kehidupan berbagai spesies dan memperburuk pencemaran di seluruh dunia," kata Krisna.

"Pernyataan Trump ini bisa dianggap sebagai cerminan dari kepentingan industri bahan bakar fosil dan petrokimia yang selama ini berperan besar dalam memproduksi plastik sekali pakai," dia menambahkan.

Penilaian Krisna itu berdasarkan produksi plastik terkait erat dengan penggunaan energi fosil, yang merupakan kontributor utama terhadap perubahan iklim global. Oleh karena itu, kebijakan yang mendukung penggunaan plastik sekali pakai akan semakin memperburuk ketergantungan pada sumber daya tak terbarukan dan memperburuk dampak ekologis yang ditimbulkan oleh sektor industri tersebut.

Perintah Trump Kembali ke Sedotan Plastik Berpengaruh kepada Indonesia

Krisna mengatakan posisi Amerika Serikat yang lebih mendukung penggunaan plastik sekali pakai dapat mempengaruhi kebijakan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk besar dan tingkat konsumsi plastik yang tinggi, Indonesia sangat rentan terpengaruh oleh kebijakan global yang tidak berpihak pada keberlanjutan.

"Jika negara besar seperti Amerika kembali mendukung penggunaan plastik secara luas, ini dapat memicu perusahaan-perusahaan besar untuk lebih agresif dalam memperluas produksi plastik, yang pada gilirannya akan meningkatkan polusi plastik di Indonesia dan menghambat upaya konservasi serta pengurangan limbah plastik yang sedang digalakkan di dalam negeri," ujar Krisna.

Saat ini, Bali tengah bergelut dengan sampah, termasuk sampah plastik. Oleh Fodor's, penerbit paduan perjalanan Amerika Serikat (AS), Bali dimasukkan ke dalam daftar destinasi yang tidak disarankan dikunjungi turis asing pada 2025. Penyebabnya, overtourism dan sampah.

"Pantai-pantai yang dulunya bersih, seperti Kuta dan Seminyak, kini terkubur di bawah tumpukan sampah, dengan sistem pengelolaan sampah setempat yang berjuang keras untuk mengatasinya," tulis Fodor dalam website resminya.

Sejatinya, Pemerintah Provinsi Bali telah mengatur penggunaan plastik kemasan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 97 tahun 2018 tentang larangan penggunaan kantong plastik, styrofoam, dan sedotan plastik. Langkah itu diambil untuk menekan penggunaan plastik sekali pakai (PSP). Namun, sampah plastik, termasuk sedotan plastik menjadi penyumbang sampah di Bali.


(fem/iah)

Read Entire Article
Global Sports | Otomotif Global | International | Global news | Kuliner