Tak Tahan Dengar Suara Menyeruput Makanan? Ini Alasan Ilmiahnya

3 days ago 14

Jakarta -

Bagi sebagian orang, mendengar suara menyeruput makanan dapat menambah selera makan. Namun, tidak bagi beberapa orang yang justru bisa stress karena mendengar suara tersebut.

Pengalaman menikmati makanan dirasakan berbeda oleh setiap orang. Belum tentu hal lumrah yang kita rasakan disukai orang lain, seperti kebiasaan menyeruput makanan.

Sensasi suara 'slurppp' yang timbul mungkin dianggap bisa meningkatkan selera makan, tapi tidak pada beberapa orang yang justru bisa stress bahkan panik usai mendengar suara khas ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Secara medis, kondisi ini dikenal dengan sebutan misophonia atau misofonia. Mengutip Food and Wine (16/3/2025), Dr. Sarah Anderson yang merupakan spesialis terapi okupasi menjelaskan, "Misophonia adalah respons sistem saraf yang kuat dan sering kali tidak disengaja terhadap suara-suara tertentu yang berulang seperti mengunyah, mengetuk, meneteskan air, atau bernapas."

Ia mengatakan suara tersebut dapat menciptakan reaksi emosional dan fisik yang intens, seperti kecemasan, kemarahan, atau respons melawan atau menghindar. Menurutnya, misophonia dapat berdampak signifikan pada kehidupan sehari-hari seseorang.

Ilustrasi menyeruput makananSuara saat menyeruput makanan ternyata bisa dirasa mengganggu oleh beberapa orang. Foto: Getty Images/kyonntra

Carly Costello, seorang terapis sekaligus pengidap misophonia mengatakan suara-suara yang mengganggunya dapat menyebabkan reaksi besar. "Antara melawan atau menghindar. Bagi seseorang dengan misophonia, rasanya seperti berada di luar kendali mereka," ujarnya.

Istilah misophonia saat ini memang tidak diakui dalam edisi terbaru Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM) yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association.

Namun, para ahli mengungkap kondisi tersebut dapat diobati. Psikolog klinis, Dr. Jay Serle mengatakan, "Kondisi tersebut mungkin terkait dengan kondisi kesehatan mental lainnya seperti gangguan obsesif-kompulsif."

Dalam studi yang diterbitkan tahun 2022 di jurnal "Frontiers in Neuroscience", peneliti menyepakati misophonia cocok dideskripsikan sebagai "gangguan" dari pada "kondisi" atau "sindrom".

Studi tersebut menyimpulkan bahwa "Misophonia adalah gangguan berupa penurunan toleransi terhadap bunyi tertentu atau rangsangan terkaitnya yang telah dikarakterisasi menggunakan bahasa dan metodologi yang berbeda."

Selama ini sudah ada beberapa solusi menghadapi misophonia, seperti teknik berbasis sensorik. Contohnya menggunakan headphone atau mendengarkan musik latar untuk menghindari mendengar suara yang tidak diinginkan.

Anderson melanjutkan, "Pendekatan seperti menaruh perhatian penuh, latihan pernapasan, dan teknik pengaturan sistem saraf juga dapat membantu mengubah respons tubuh terhadap suara pemicu."

Ilustrasi menyeruput makananMisophonia disebut sebagai gangguan berupa penurunan toleransi terhadap bunyi tertentu, termasuk suara menyeruput makanan. Foto: Getty Images/kyonntra

Sementara itu, Dr. Ross Cushing, seorang audiolog klinis mengatakan pendekatan multidisiplin adalah cara paling efektif untuk menangani misophonia. Audiolog bisa mengembangkan program terapi suara yang dipersonalisasi.

Sedangkan psikolog, misalnya, dapat membantu lewat terapi perilaku kognitif untuk membuat pasien mampu mengelola respons emosional yang terkait dengan kondisi tersebut.

Anderson juga menekankan pentingnya memberi tahu teman dekat dan keluarga jika mengalami kondisi misophonia. "Ini semua tentang menemukan cara untuk mengatur sistem saraf, sambil tetap terhubung dengan orang-orang dan pengalaman yang penting" kata Anderson.

(adr/odi)

Read Entire Article
Global Sports | Otomotif Global | International | Global news | Kuliner