Menelusuri Sejarah Kopi di Bogor Melalui 3 Kedai Legendaris

2 weeks ago 21

Bogor -

Jalan-jalan ke Bogor tak hanya bisa berburu kuliner tetapi juga mengulik sejarah. Seperti pengalaman menapak tilas perjalanan penyebaran kopi di kota hujan.

Menjadi salah satu kota tertua, Bogor sudah ada dan menjadi pusat penelitian pemerintah Belanda pada era kolonial. Bogor tak hanya menyimpan kuliner khas Sunda yang enak tetapi juga sejarah yang seru untuk disimak.

Bergabung dengan Bogor Historical Walk (18/1) kami memulai perjalanan dengan berkumpul di Vihara Dhanagun, Surya Kencana pukul 08.15 WIB. Walaupun gerimis terasa menitik tetapi tak menyurutkan niat peserta tur untuk mendengarkan penjelasan singkat sebagai pembuka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sabtu itu adalah Kang Ian yang menjadi pemandu untuk berkeliling sebagian kota Bogor dengan durasi kurang lebih 3,5 jam. Kang Ian membuka dengan kisah kopi Malabar yang ternyata tidak datang dari tanah priangan atau Sunda.

Adalah Baba Budan, seorang peziarah dari India yang datang ke Arab dan mencuri sebagian biji kopi untuk ditanam di teluk Malabar. Sampai akhirnya sosok Baba Budan ini yang memiliki andil dalam menyebarkannya sampai ke Bogor.

Baca juga: Duh! Tempat Makan Jorok Ketahuan Sajikan Makanan Bekas Pelanggan

Menelusuri Sejarah Kopi di Bogor Melalui 3 Kedai LegendarisKang Ian menjelaskan bagaimana jejak perjalanan kopi di Bogor tercatat pada peta buatan VOC. Foto: detikcom/Diah Afrilian

Praktik Preangerstelsel di Bogor

"Preangerstelsel adalah sistem tanam paksa hanya untuk kopi yang diberlakukan oleh VOC. Namun ada masa di mana Bogor dan Cianjur kehabisan kopi hampir seluruhnya gegara penyakit karat daun yang menyebar luas," kata Ian sebelum membawa kami memasuki Suryakencana lebih dalam.

Konon dipercaya bahwa habisnya kopi asli Bogor ada indikasi pemberontakan dari pekerja yang muak dengan sistem preangerstelsel. Sehingga ketika pemerintah Belanda melarang benda tajam menyentuh pohon kopi hal ini malah dilakukan.

Akibatkan karat daun menyebar luas dan merusak seluruh tanaman kopi yang saat itu ditanam secara sela. Lebih lanjut Ian menyebut di Kebun Raya Bogor, sempat ditanami pohon kopi liberika yang bermaksud untuk percobaan sekaligus pengamatan oleh ahli dari Belanda.

Sayang, tanaman kopi itu kini sudah tidak ada lagi. Tak satupun pohon kopi asli Bogor tersisa bahkan tak ada toko kopi legendaris sekalipun yang mampu menjual biji kopi asal Bogor.

Mampir ke Kopi Cap Teko

Menelusuri Sejarah Kopi di Bogor Melalui 3 Kedai LegendarisToko Agus terkenal dengan Kopi Bubu Cap Teko buatannya yang eksis sejak 1960. Foto: detikcom/Diah Afrilian

Sekitar setengah jam memberikan kami kisah singkat, Ian kemudian memimpin perjalanan memasuki kawasan Suryakencana. Sekitar 200 meter kami berbelok ke arah Jalan Pedati yang dipadati penjual sayur hingga buah dengan suara bising untuk menarik pelanggan.

Namun setelah 50 meter berjalan kaki aroma kopi yang harum dan kuat seolah membersihkan hidung dari bau pasar yang bercampur. Ternyata kami disambut oleh Toko Agus yang terkenal dengan Kopi Cap Teko.

Toko kopi yang berdiri sejak 1960an ini tak henti menggiling biji kopinya. Adapun biji kopi yang dijajakan merupakan campuran daripada kopi Lampung dan Aceh, dengan dominasi robusta.

Ada sekitar tiga mesin giling kopi kuno yang berfungsi saat kami datangi. Proses pengapakannya sekalipun dilakukan secara manual dengan tangan-tangan pekerjanya dan stapler sebagai pengunci kemasan.

Saat diseduh kopi yang segar langsung mengeluarkan aroma harum dengan krema yang tebal. Rasanya dominan pahit yang berasal dari tingkat dark roast saat penyangraian tetapi tetap ada sentuhan fruity sedikit asam berkat campuran kopi Aceh yang digunakan.

Kilas balik jejak penanaman kopi di Bogor berlanjut di halaman berikutnya.

Read Entire Article
Global Sports | Otomotif Global | International | Global news | Kuliner