Jakarta -
Warung makan sederhana di Jatinegara ini terkenal dengan menu soto Betawi yang melegenda. Semangkuk sotonya sudah jadi incaran sejak 1952.
Tak hanya Pasar Jatinegara yang menyimpan banyak kuliner tersembunyi dan enak. Di dekat Halte Transjakarta Kampung Melayu, terdapat warung makan kecil dengan spanduk kuning besar bertuliskan Soto Sapi Ni'mat Betawi.
Lokasinya di Jalan Jatinegara timur, mash di sekitar Bali Mester. Di Soto Sapi Ni'Mat Betawi hanya menjual satu jenis makanan saja yaitu soto Betawi, menggunakan resep turun temurun dari keluarga Pak Yusuf yang berjualan sejak 1952.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski lokasi warung makan ini 'nyempil' di pinggir jalan, tapi sudah diliput banyak acara kuliner, diulas oleh food vlogger, hingga menjadi langganan para selebriti.
Berikut kisah perjalanan Soto Sapi Ni'mat Betawi yang bertahan selama 73 tahun lamanya:
1. Berjualan di Dalam Terminal
Ini Soto Betawi Legendaris di Jatinegara, Awalnya Rp 250 Perak Semangkuk Foto: detikFood
Soto Sapi Ni'mat Betawi pertama kali berjualan di area pintu terminal Kampung Melayu, saat itu belum ada pembangunan jalan layang sehingga pedagang kaki lima masih bisa jualan di sana. Usaha ini didirikan oleh Enyak pada tahun 1952 yang merupakan nenek Bapak Yusuf.
Menurut Satiah, pegawai yang sudah bekerja selama 25 tahun di warung makan ini, Enyak dulunya berjualan menggunakan pikulan sederhana. Kemudian ketika ada pembangunan jalan layang, warung makan ini pindah ke tempat sekarang.
"Dulu saya dengar cerita dari mendiang ayahnya Pak Yusuf, kalau harga soto masih sangat murah dari Rp 250 perak ke Rp 1.500, lalu naik ke Rp 2.500 sampai sekarang di angka Rp 26.000 per porsi," ungkap Satiah yang bertugas meracik kuah soto dan bumbunya.
2. Ciri Khas Soto Betawi Khas Soto Sapi Ni'mat
Ini Soto Betawi Legendaris di Jatinegara, Awalnya Rp 250 Perak Semangkuk Foto: detikFood
Satiah yang sudah bekerja selama 25 tahun di warung makan ini, dipercaya oleh keluarga Pak Yusuf untuk membuat racikan kuah soto, bumbu sampai mengolah daging sapi setiap harinya.
"Dulu setelah beberapa lama kerja di sini, saya diajari oleh keluarga Pak Yusuf cara meracik soto Betawi, sekaligus cara membuat kuahnya. Kalau di sini ciri khasnya itu kuahnya dari santan murni tanpa campuran susu, kelapa yang digunakan harus kelapa sedang. Jadi bukan kelapa tua atau kelapa muda agar rasanya tetap enak," lanjut Satiah.
Proses dari pemerasan santan sampai diracik menggunakan bumbu ini memakan waktu sekitar satu jam. Warna kuah sotonya putih layaknya santan yang belum diolah, semburat warna cokelatnya muncul dari tambahan kecap manis yang tak terlalu banyak.
3. Daging Dimasak Dua Kali
Ini Soto Betawi Legendaris di Jatinegara, Awalnya Rp 250 Perak Semangkuk Foto: detikFood
Tentunya selain kuah soto yang terdiri dari santan murni, potongan daging dan jeroan sapi juga jadi primadona di sini. Ada daging, kikil, paru, usus, babat, tulang muda hingga sandung lamur. Sementara untuk bagian daging sapinya diambil dari bagian kepala.
"Dagingnya biar empuk dan gak alot semua kita proses dua kali. Seperti daging sapi itu kita rebus dulu baru kita goreng, prosesnya memakan waktu sekitar satu jam. Sementara untuk bagian seperti kikil sampai tulang muda prosesnya direbus dan digoreng juga tapi waktunya lebih lama sekitar 2,5 jam," ungkap Satiah.
Ini Soto Betawi Legendaris di Jatinegara, Awalnya Rp 250 Perak Semangkuk Foto: detikFood
Tekstur kuahnya memang tidak sekental soto Betawi lainnya, tapi tetap enak karena gurih dari rempah di kuah soto, serta tambahan bumbu garam, perasan jeruk limo hingga daun bawang yang menyempurnakan seporsi rasa soto ini.
Ini Soto Betawi Legendaris di Jatinegara, Awalnya Rp 250 Perak Semangkuk Foto: detikFood
Begitu juga dengan tekstur dagingnya lembut dan tidak ada lemak. Kikil dan tulang mudanya tak alot karena dimasak dua kali. Di atas meja tersedia acar segar yang bisa diambil sepuasnya, lengkap dengan sambal merah pedas dari rawit dengan tekstur yang kental.