Cerita Korban Banjir Sumatra: 50 Warga Bertahan Hidup di Hutan, Hanya Makan Nangka Muda dan Air Hujan

4 days ago 9

Liputan6.com, Jakarta Alam sering kali menguji batas ketahanan manusia. Kisah 50 warga Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara, yang terjebak di belantara hutan selama 2 hari penuh setelah banjir bandang memberikan bukti nyata.

Tanpa logistik dan bantuan memadai, kisah perjuangan mereka untuk bertahan hidup menjadi cerminan nyata dari ketabahan manusia. Peristiwa mencekam ini dimulai pada Selasa (25/11/2025).

Puluhan warga terperangkap di hutan menyusul amukan banjir. Selama 48 jam, mereka harus menghadapi kelaparan dan dingin. Jauh dari jangkauan bantuan.

Rosmawati Zebua, salah satu keluarga korban, berbagi cerita pilu adiknya yang termasuk dalam kelompok 50 warga yang terjebak.

"Kalau dari saat kejadian (Selasa) sampai besoknya (hari Rabu) nggak makan sama sekali," ungkap Rosmawati, menggambarkan betapa getirnya hari pertama di pengungsian alam tersebut.

Nangka Muda Panggang dan Air Hujan

Di hari kedua, rasa lapar yang tak tertahankan. Memaksa puluhan warga untuk bertahan hidup di tengah keterbatasan. Di hutan yang sunyi, mereka hanya menemukan satu sumber makanan yang bisa dimakan: nangka muda.

"Kata adik saya, mereka makan nangka muda yang besarnya sebiji kelereng lalu dipanggang. Hanya itu yang ada di hutan itu," jelas Rosmawati.

Nangka muda sekecil kelereng itu menjadi satu-satunya sumber energi. Nangka muda dipanggang seadanya untuk menghilangkan rasa lapar. Untuk menghilangkan dahaga, mereka bergantung sepenuhnya pada alam.

Air hujan yang mungkin terasa dingin dan pahit, justru menjadi penopang kehidupan di tengah isolasi.

"Minumnya enggak tahu lagi, mungkin air hujan itu, enggak ada di situ minum," tambahnya.

Sebanyak 280 warga Batu Busuak, Kecamatan Pauh, Kota Padang masih terisolir dan memilih bertahan di atas bukit setelah banjir bandang tiga kali menerjang kampung mereka secara berturut-turut.

Evakuasi Mandiri dan Kabar yang Terlambat Tiba

Berbekal sisa-sisa tenaga dan semangat untuk bertemu keluarga, 50 warga ini akhirnya berhasil melakukan evakuasi secara mandiri pada hari Kamis (27/11/2025), dua hari setelah mereka terjebak.

Ironisnya, kabar mengenai keselamatan mereka baru diterima Rosmawati dan keluarga pada hari Minggu (30/11/2025), menyoroti tantangan komunikasi dan akses yang terputus pasca-bencana.

Keterlambatan ini tentu memicu kecemasan panjang bagi keluarga yang menunggu di rumah. Kisah 50 warga Tapteng ini adalah pengingat akan kekuatan harapan dan solidaritas, di mana bahkan sebiji nangka muda dan tetesan air hujan bisa menjadi simbol perjuangan gigih melawan bencana alam dan keterbatasan logistik.

Read Entire Article
Global Sports | Otomotif Global | International | Global news | Kuliner