Cerita Gowes Soliter di Umur 60: Candi Borobudur-Imogiri-Jakarta

1 month ago 53

Jakarta -

Seorang kawan baik mengajak gowes dengan Komunitas Al Mukhlisun di Perumaha Griya Depok Asri, Jabar. Saya oke karena kepingin gowes melipir di sekitar Candi Borobudur di Magelang, sampai nanti keliling di seputar Imogiri, Yogyakarta.

"Kita carter bis sampai Magelang dan Jogja (PP). Sepeda dimasukan ke dalam bis yang akan dibongkar setengah dari kapasitas tempat duduknya". Begitu ajakannya. Menarik sekali.

Tadinya mau pakai sepeda lipat (seli), tapi tidak jadi. Tidak juga dengan Road bike (RB), sebab saya tes posisi tas di sadel di sepedanya untuk membawa perlengkapan perjalanan, tidak nyaman dudukannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak beberapa kali dicoba memang hasilnya belum pernah sukses saya mengemas saddle bag untuk RB ini.

Sedangkan bawaan saya nanti akan cukup banyak sebab perjalanan akan diawali dulu bersama dengan Komunitas Goweser tersebut di atas.

Maka, mending dengan sepeda mountain bike (MTB) saja lebih nyaman, sebab saya mau pulang gowes soliter atau sendiri dari Jogja ke Jakarta.

Mungkin tidak istimewa juga cerita perjalanan dengan sepeda seorang diri pada usia 61 tahun, sekitar tiga minggu lagi. Dan tidak penting juga untuk diceritakan.

Namun yang penting adalah saya memenuhi permintaan seorang teman yang sejak beberapa bulan lalu meminta saya tuliskan pengalaman.

Waktu itu saya dan kawan-kawan baru selesaikan perjalanan gowes dari kampus UGM di Bulaksumur- Yogyakarta ke kampus UI- Depok. Gowes ini dalam rangka HUT Mapala UI ke 60.

Rutenya menggunakan peta GPX yang di-set menempuh jarak 660 KM, selama tiga setengah hari.

Gowes soliterFoto: gowes di Candi Borobudur (Istimewa)

Borobudur dan Imogiri

Dimulailah perjalanan ini. Jumat dini hari seminggu yang lalu kami berangkat dari Perumahan Griya Asri Depok.

Bis big bird nyaman ditumpangi. Sempat berhenti Ishoma dua kali di rest area jalan tol. Tiba di Magelang sekitar Maghrib.

Briefing singkat dari panitia, kemudian dilanjutkan ngopi bareng mengakhiri hari yang sangat menyenangkan.

Sehabis subuh kami mampir ke Candi Mendut yang berjarak hanya sekitar 200 meter dari hotel tempat kami menginap.

Tiga candi, Borobudur, Mendut dan Pawon dalam satu garis lurus yang merupakan warisan budaya bangsa yang sangat dikenal di manca negara, terutama sudah tentu Candi Borobudur. Sangat amat mengagumkan.

Gowes dari hotel ke area Candi Borobudur berjarak 2 kilometeran. Cuaca pagi nan sejuk.

Setelah itu kami melanjutkan gowes ke Masjid Jogokariyan Jogja yang memiliki kamar untuk disewakan juga ke jamaah yang berminat.

Jarak dari Borobudur ke Jogja 40 km-an. Diawali rute yang lumayan naik turun (rolling). Lumrah, beberapa teman keram kakinya.

Perjalanan diselingi dengan makan durian dan makan siang di resto yang lezat, rekomendasi dari teman SMA yang sekarang bertempat tinggal di Jogja dan menjemput kami bersama bergowes ria dari Magelang ke Jogja.

Pak T dan Pak Andang sebagai marshall atau ride captain (RC) sudah sangat mengenal jalur gowes di seputar Jogja ini.

Esok harinya kami gowes seputar Imogiri. Suasana kental pedesaan dengan persawahan menghijau. Sungai dan lereng gunung.

Di beberapa titik di kejauhan ada suara peluit para pelatih burung sedang melatih agar jinak burung-burung elang yang prosesnya sangat mengagumkan.

Konon burung emprit, walet dan burung-burung kecil juga bisa dilatih. Anehnya burung-burung itu hanya bisa lulut atau menurut dalam jangka waktu tiga bulan saja, setelah itu mereka liar lagi.

Begitu penjelasan Pak Andang yang sangat ramah dan komunikatif serta merupakan anak sulung dari Pengarang cerita yang sangat kondang di masanya yaitu SH Mintardja.

Buah karya beliau menjadi legenda hingga kini. Sebut saja antara lain "Api di Bukit Menoreh", "Nagasasra dan Sabukinten", dan seterusnya.

Masjid Jogokariyan di DIY menerapkan konsep saldo kas mesjid nol rupiah yang sangat viral. Pengelolaan masjid dan Lini-lini usahanya sangat memadai sehingga menjadi model banyak masjid lainnya.

Masjid ini juga menjadi destinasi wisata religi yang selalu banyak dikunjungi oleh pelancong atau jemaah. Berkah bagi masyarakat sekitarnya.

Gowes soliterFoto: gowes soliter (Istimewa)

Gowes Soliter

Berpisah dengan para sahabat di resto khas yang menyajikan ayam ingkung di Imogiri, lusanya saya lanjut gowes sendiri menuju Jakarta.

Berbekal peta GPX berangkat pukul 05.30 WIB pagi saya segera meluncur ke arah Bantul menyusur selatan melewati Purworejo dan Purwokerto.

Dari sini nanti baru mengarah ke utara menuju Tegal, Slawi sampai Cirebon, sebelum lanjut ke Jakarta melalui Pantura.

Hari pertama berjalan baik. Bermalam di Gombong saat hampir Maghrib saya mencari penginapan di sekitar pasar Gombong, Hotel Permata. Fasilitasnya cukup bagus.

Kamar standar ber-AC dan ada TV pula. Makan malam di restoran sate kambing enak sekali.

Sedari siang tadi sambil gowes saya memang sudah membayangkan mau makan berlauk sate dan sop kambing. Letak resto tepat berseberangan dengan RS PKU Muhammadiyah Gombong.

Esok hari lanjut gowes. Perlu diantisipasi melihat bentangan petanya akan melalui daerah pegunungan, sehingga rolling jalannya tidak bisa dihindari dan pasti akan menyita waktu dan tenaga.

Target waktu pukul 15.00-an harus sudah mencari penginapan sebab pukul 15.30 ada zoom meeting yang mesti diikuti.

Berangkat dari Gombong melewati Sumpiuh banyak berjualan dawet ireng di pinggir-pinggir jalan. Jalan terus mendaki melewati Wangon menuju Ajibarang.

Konstruksi jalan dari beton, bukan aspal, saya rasakan lebih berat untuk menggowes. Di satu saat sebelum zuhur rantai sepeda sempat putus, untung ada bengkel motor dekat situ yang bisa bantu untuk mengganti sambungan rantai yang sudah saya bawa.

Maka, alhamdulillah pada sore itu sesuai jam yang ditargetkan saya sampai di penginapan Citra Residence di Bumiayu.

Hari ketiga ini saya perhitungkan akan sampai Cirebon, melewati kota-kota antara lain Slawi dan Tegal.

Di Slawi seorang teman lama sudah Whatsapp dan juga telepon untuk ketemu di dekat tempat tinggalnya di Randualas, Slawi.

Untung sekali pagi itu pukul 09.30-an kami bisa jumpa, setelah sekitar 3,5 jam gowes dari Bumiayu. Melihat kecepatan tersebut saya dan kedua teman di Slawi perkirakan paling cepat akan sampai Cirebon pada pukul 15.00 WIB.

Perjalanan gowes pun berjalan baik. Medan sudah relatif rata, tidak rolling lagi. Kecepatan gowes diusahakan konsisten berkisar 20 km per jam.

Maka pada pukul 15.00an sudah bisa masuk jalan Kanci di Cirebon. Masih semangat saya rencanakan baru di pukul 17.30-an mau cari penginapan untuk mengganti hari kemarin yang harus masuk ke hotel pada pukul 15.30, karena ada zoom meeting.

Sama seperti halnya kota besar ternyata Cirebon macet juga di sore hari. Ada sekitar tiga puluh menitan perjalanan gowes jadi terhambat. Dan juga jadi cukup menyita tenaga.

Syukurlah di penghujung sore hampir Maghrib bisa dicapai Plumbon, di ujung barat Cirebon. Tapi penginapan yang dicari di sepanjang jalan tidak didapat juga.

Akhirnya ada Masjid Al Jabbar yang dibangun Pemprov Jabar yang bolehkan saya menginap di ruang lantai bawahnya. Lahan masjid ini berkisar 2,5 Ha.

Dibangun era Gubernur Aher, sesuai penjelasan Bapak Jumadi yang bertugas membersihkan masjid dan memiliki warung di pelataran halaman masjid tersebut.

Hari keempat pukul 05.00 pagi saya melihat cuaca masih gelap. Saya pasang lampu belakang sepeda untuk menandai dari kendaraan di Pantura yang sudah cukup ramai dan banyak pula yang ngebut. Di google maps jarak 235 km untuk sampai Jakarta. Lumayan juga.

Berusaha konsisten mengayuh sepeda saya capai kota Indramayu sekitar pukul 09.00 kurang. Konstruksi jalan dari beton lagi, bukan aspal. Seru.

Terik matahari tampaknya tidak bisa diajak kompromi. Panas menyengat pagi itu sangat terasa sekalipun saya sudah lebih banyak pakai sun screen untuk lebih menyekukkan kulit, Juga banyak minum air putih.

Pemandangan masih bagus meski lebih banyak dijumpai tambak atau sawah-sawah yang belum ditanami.

Pukul 11.00an, sekitar lima jam saya gowes dari Plembun, Cirebon, di daerah Patrol, Indramayu saya putuskan untuk berhenti bersepeda, meski belum sampai Jakarta. Maklum akan kondisi tubuh dan terik matahari yang sangat menyengat.

Belum terasa memang gejala-gejala yang mengkhawatirkan seperti rasa pening, keram, dan sebagainya. Tapi saya mengukur diri untuk berhenti.

Sudah berjanji kepada orang-orang rumah dan para sahabat yang tahu saya sedang gowes sendiri, untuk tidak memaksakan diri.

Prinsip gowes adalah untuk enjoy dan kesehatan. Jika sudah tidak begitu, tidak usah diteruskan. Terlalu beresiko.

Maka, sambil beristirahat di pertigaan Patrol menikmati makanan ketoprak, saya mengobrol dan tanya-tanya, kendaraan bis yang bisa saya tumpangi untuk mencapai Jakarta.

Bisa gunakan bis "Karawang Indah" pada pukul 11.30 untuk mencapai Cikarang, atau bis antar kota yang lain ke Cileungsi.

Saya pilih yang ke Cileungsi dengan harapan dari situ saya bisa koneksi lagi ke arah Terminal Kampung Rambutan. Ternyata pilihan ini relatif lebih tepat.

Pukul 14.00an saya sampai di Kampung Rambutan dan gowes lagi ke arah Jakarta Pusat sekitar satu jam lagi untuk mencapai tempat tinggal.

Home sweet home. Alhamdulillah sekitar 430 Km, ditempuh gowes soliter dalam waktu tiga setengah hari.


(msl/msl)

Read Entire Article
Global Sports | Otomotif Global | International | Global news | Kuliner