Jakarta -
PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) paling getol membawa mobil berbahan bakar hidrogen ke Indonesia. Kini, pemerintah lewat Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral menerbitkan roadmap hidrogen dan amonia nasional (RHAN).
Presiden Direktur TMMIN Nandi menyambut positif hadirnya RHAN. Langkah itu sejalan dengan upaya Toyota memperkenalkan fuel cell electric vehicles (FCEV).
Toyota sudah membangun Hydrogen Refueling Station dengan modal Rp 34 miliar, meski kala itu belum muncul roadmap soal hidrogen. Satu dekade yang lalu, Toyota mulai mendatangkan mobil hidrogen (Toyota Mirai) ke Indonesia. Kemudian muncul Mirai FCEV generasi kedua pada 2024, dan paling anyar adalah Crown FCEV pada 2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita sangat menghargai. Dengan adanya roadmap itu sekarang punya arah yang jelas," kata Nandi saat ditemui di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, Selasa (15/4/2025).
"Tapi kita sudah mendahului walaupun belum ada roadmap, kita sudah bangun infrastruktur, sudah ada studi car, edukasi. Sekarang roadmap sudah jelas, nanti kita lihat dulu roadmap seperti apa, kita akan follow roadmap tersebut," tambah dia.
Dalam RHAN, proyeksi pertumbuhan pemanfaatan hidrogen khusus sektor transportasi dibagi tiga fase:
- Fase Inisiasi (2025-2034), sektor transportasi memulai dengan proyek percontohan dan komersialisasi stasiun pengisian bahan bakar hidrogen serta kendaraan bus dan truk beban berat berbasis hidrogen
- Pengembangan dan Integrasi (2035-2045), penggunaan hidrogen dalam transportasi semakin meningkat dengan proyek pilot untuk mobil fuel cell dan transportasi laut berbasis fuel cell.
- Akselerasi dan Berkelanjutan (2051-2060), teknologi fuel cell terus dioptimalkan dan diperbaiki untuk kendaraan listrik. Penggunaan hidrogen dalam transportasi diharapkan mencapai skala besar, dengan peningkatan jumlah kendaraan berbasis hidrogen
Peta jalan itu juga membagi membagi transportasi berbahan bakar hidrogen menjadi tiga, FCEV (Fuel Cell Electric Vehicles), kapal laut, dan kereta api dari tahun 2030 hingga 2060.
Lebih lanjut, pemanfaatan hidrogen diproyeksikan mencapai 438 ton per tahun pada 2030 yang digunakan oleh 3 ribu unit mobil. Pemanfaatan tersebut diproyeksikan akan meningkat mencapai 530 ribu ton per tahun dengan 3,6 juta unit mobil FCEV pada tahun 2060.
"Tentu kalau kita bicara komersialisasi ujungnya adalah konsumen. Konsumen ini pasti mau biaya yang paling tidak sama biaya yang sekarang," kata Nandi.
Menteri ESDM Bahlil tidak menampik bahwa bahan bakar hidrogen saat ini masih lebih tinggi ketimbang alternatif bahan bakar lain. Namun menurutnya pengembangan hidrogen di Indonesia tidak perlu diragukan.
"Indonesia itu adalah cadangan terbesar nomor enam batu bara di dunia. Jadi bagi teman-teman investor, apa yang teman-teman harus lakukan? Tidak perlu ragu, kita mempunyai nomor enam di dunia," kata Bahlil.
"Dan saya akan mendorong untuk sumur-sumur gas baru akan lebih diprioritaskan kepada market dalam negeri dan hilirisasi, termasuk hidrogen," tambahnya.
Bahlil menyebutkan Indonesia juga sangat kaya akan sumber daya tersebut lantaran Indonesia sendiri merupakan negara kepulauan.
"Tidak ada, menurut saya tidak banyak negara di dunia yang Allah berikan karunia seperti Indonesia. Kita mempunyai gas, kita mempunyai batu bara, kita mempunyai air," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menyebut, PLN telah memproduksi 200 ton hidrogen per tahun. Dari jumlah produksi tersebut, baru 75 ton yang digunakan untuk pendingin pembangkit listrik, sementara 128 ton merupakan excess energi yang belum terpakai. Oleh karena itu, sebanyak 128 ton itu menurutnya bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar kendaraan yang lebih murah dan bersih.
(riar/din)