Depok -
Kota Depok bukan dibangun kemarin sore. Penduduk pertama yang mendiami wilayah ini adalah orang 'Belanda Depok'. Hingga kini mereka masih eksis menjaga tradisi.
Cikal bakal Kota Depok ternyata sudah ada sejak zaman Belanda. Bermula dari mereka yang mendiami wilayah perkebunan milik meneer Belanda kaya raya bernama Cornelis Chastelein.
Dalam tulisan bertajuk 'Kota Depok: Konteks Sejarah dan Dinamika Sosial Politik Awal Terbentuk' karya Dr. Muhamad Adian Firnas, dosen Hubungan Internasional UIN Jakarta, wilayah Depok saat itu meliputi sebidang tanah yang terletak di antara Sungai Ciliwung dan Sungai Pesanggrahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini, di kawasan, yang kini bernama Depok Lama itu, masih tersisa beberapa peninggalan sejarah Belanda. Antara lain, rumah-rumah bergaya arsitektur tempo dulu, jembatan Panus di Jalan Tole Iskandar, hingga Tugu Peringatan Cornelis Chastelein di Jalan Pemuda Depok. Selain itu, terdapat Gereja GPIB Immanuel, Gedung Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), Rumah Tinggal Presiden Depok, serta tiang telepon pertama yang dibangun Belanda dan berdiri sejak tahun 1900. Tiang telepon itu berada di Jalan Kartini Depok.
Bangunan tempo dulu itu bermula dari seorang meneer Belanda Cornelis Chastelein bersama budak-budaknya. Meneer Belanda itu 'berbeda' dan menjadikan budak-budaknya pun bukan budak yang ditempatkan di kelas sosial paling bawah.
Belanda Depok Dulu
Chastelein mendapatkan tanah tersebut dengan cara membeli kepada Lucas van de Meur, residen Cirebon, seharga 300 rijksdaalders dengan status kepemilikan.
Ketika pindah ke Depok sekitar tahun 1705, Chastelein tidak hanya membawa keluarganya, melainkan juga budak-budak yang berjumlah sekitar 200 orang.
Para budak ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Bali, Sulawesi, dan Timor yang dia beli secara bertahap. Mereka adalah cikal bakal dari orang 'Belanda Depok'.
Memerdekakan Budak dan Membentuk 12 Marga Keluarga
Berbeda dengan orang Belanda kebanyakan, Chastelein sebagai orang yang sangat egaliter. Ia tidak menganggap budak yang dia beli sebagai komoditas. Ia malah menganggap hubungannya dengan budak sebagai Patron dan Klien.
Yang dimaksud hubungan Patron-Klien adalah hubungan kerja yang dianalogikan seperti hubungan bapak dan anak. Sang patron menjalankan tugasnya sebagai pelindung dan memenuhi kebutuhan sandang pangan kliennya.
Sementara sang klien sebagai balas jasa mengabdi dan melayani patron dan keluarganya. Pola hubungan ini dilakukan Chastelein karena ia menganut nilai-nilai agama Kristen.
Menurut buku Berkembang dalam Bayang-Bayang Jakarta: Sejarah Depok 1950-1990-an karya Irsyam, ada dua rencana Chastelein bagi para budaknya. Pertama, memberikan perubahan status dari budak menjadi orang bebas yang menjadi pemeluk agama Kristen, sesuai misi 'Gospel' atau menyebarkan agama Kristen yang dianut orang Eropa zaman itu.
Kedua, memberikan bekal modal hidup mereka di kemudian hari dengan memberikan harta berupa tanah. Prinsip-prinsip tersebut kemudian secara tertulis dicantumkan dalam sebuah surat wasiat tertanggal 13 Mei 1714.
Surat wasiat tersebut kemudian diserahkan kepada Jarong van Bali, kepala pemerintahan yang diangkat oleh Cornelis Chastelein sebagai pedoman dalam melaksanakan tugasnya.
Prasasti di YLCC (Pradita Utama/detikcom)
Sepeninggal Chastelein, dari 200 budak yang dia miliki, ada 120 orang yang menerima sakramen pembaptisan sebagai simbol masuk agama Kristen, sekaligus menerima pembebasan. Sisanya, 80 budak menolak untuk menerima sakramen pembaptisan dan kembali kepada agama asalnya.
Para budak yang menerima pembebasan kemudian dikelompokkan dalam 12 marga serta diberi nama keluarga yakni Jonathans, Laurens, Bacas, Loen, Soedira, Isakh, Samuel, Leander, Joseph, dan Zadokh.
Mereka kemudian dikenal sebagai 12 Marga Depok. Hingga kini, keturunan 12 marga itu masih bisa kita jumpai sampai sekarang. Mereka menyebar ke mana-mana dan berkiprah sesuai dengan bidang keahliannya.
Belanda Depok Kini
Untuk lebih memahami sejarah Belanda Depok, traveler bisa berkunjung ke Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) yang berkantor di Jalan Pemuda Depok.
Lembaga yang didirikan pada 4 Agustus 1952 ini bertugas memelihara situs bersejarah peninggalan Belanda di kawasan Depok Lama, serta menaungi berbagai macam kegiatan yang menggunakan situs bersejarah tersebut.
Dari YLCC, tim detikTravel mendapat informasi jika salah satu pesepakbola yang berkiprah di Belanda, bernama Miliano Jonathans adalah asli Depok dan masih keturunan 12 Marga. Miliano sempat viral karena pernah mengutarakan keinginannya membela Timnas Indonesia.
detikTravel berkunjung ke rumah Willi Jonathans yang lokasinya tak jauh dari Kantor YLCC. Willi mengatakan bahwa Miliano merupakan warga asli Depok yang berasal dari kakek buyutnya yang telah pindah ke Belanda pada tahun 1964.
"Kalau kakek buyutnya sih berangkat dari sini (Indonesia) ke Belanda tahun 1964, itu kakek buyutnya ya yang bernama Heni Jonathans. Kalau kakeknya itu Max Jonathans, nah lalu kalau ayahnya itu namanya Dennis Jonathans," kata Willi.
Miliano yang musim depan akan membela FC Utrecht terhitung masih cucu dari Willi, karena bapak Miliano adalah keponakannya. Ia membenarkan ketertarikan Miliano untuk dinaturalisasi jadi WNI.
Miliano Jonathans (kiri) (Instagram Miliano Jonathans)
Willi menegaskan bahwa Miliano yang kini ditaksir bernilai Rp 15,6 miliar itu tidak menutup kemungkinan untuk membela tanah kelahiran sang kakek buyutnya.
"Saya tanya sama dia, 'tapi mau kan? Wi.. mau, senang saya, tapi saya mesti lihat fondasi untuk masa depan saya. Kalau sekarang saya bisa masuk klub besar, nanti naturalisasi kan udah enak,'" kata Willi menirukan percakapannya dengan Miliano.
Miliano memang membanggakan asal usul Depok yang mengalir deras di dalam darahnya. "Gue asli Jalan Pemuda, bang!" demikian kalimat yang dituliskan Miliano dalam salah satu komentar di Instagram dan bikin geger warga +62.
Belanda Depok Nanti
Di masa depan, keturunan Belanda Depok punya harapan besar agar pemerintah bisa membantu untuk melestarikan bangunan-bangunan peninggalan zaman Belanda. Salah satunya adalah eks Rumah Sakit Harapan Depok yang dulunya merupakan gedung Gemeentebestuur (kantor pemerintahan) era Chastelein.
Kini bangunan tersebut ditutup dengan kondisinya yang semakin memprihatinkan. Di halaman depan bangunan itu, terdapat monumen untuk mengenang jasa Cornelis Chastelein dalam peran pentingnya membangun Kota Depok. Boy menyebut bangunan Eks Rumah Sakit Harapan itu direncanakan untuk direnovasi.
"Wali kota terpilih Depok (Supian Suri) berjanji kepada kami, nanti dia juga mau bantu melalui APBD Depok untuk renovasi itu bersama investor. Nanti bagian depannya tetap dipertahankan karena itu yang menjadi cagar budaya, tapi bagian belakangnya boleh dimanfaatkan untuk kegiatan rumah sakit atau kegiatan ekonomi lainnya," kata Boy.
Wali Kota Depok terpilih, Supian Suri, mengamini harapan tersebut. Ia menilai kawasan Depok Lama dengan berbagai peninggalan bersejarah zaman Belanda, memang harus mendapat dukungan dari pemerintah.
"Ini kawasan Depok Lama ini, tadi saya lihat rumah sakit yang dulunya rumah sakit yang juga didirikan untuk masyarakat, tapi hari ini kondisinya, mohon maaf, memprihatinkan, nggak berjalan, dan nyaris ambruk rumah sakitnya," kata Supian dalam video Instagram yang dikutip detikTravel.
"Kita selama ini boleh dibilang beliau-beliau (masyarakat Belanda Depok) ya berjuang sendiri untuk mempertahankan ruang-ruang ini sebagai sejarah yang nggak boleh hilang. Artinya, ya kita nggak pungkiri pemerintah belum benar-benar hadir di sini. Karena bagaimanapun ini adalah sejarah yang luar biasa sebetulnya buat kita," ujar dia.
Keinginan serupa pernah dilontarkan bekas duta besar Belanda untuk Indonesia Lambert Grijns. Pria kelahiran Bogor itu menggandeng pemerintah Kota Depok untuk menggali potensi wisata sejarah Belanda Depok itu.
Dia juga mengajak sektor wisata, akademisi, dan masyarakat untuk bersinergi bersama dalam mengembangkan potensi wisata sejarah di Depok. Dia berharap rencana itu dapat terealisasi, sehingga masyarakat di Kota Depok dapat bangga karena memiliki tempat khusus yang dapat dimanfaatkan untuk wisata sejarah Belanda.
Kini, dia sudah kembali ke Belanda. Rencana untuk merealisasikan keinginannya belum tampak.
Tetapi, harapan Supian menjadi angin segar bagi para keturunan Belanda Depok itu. Sekaligus bagi Depok agar bisa membangun masa depan, menjalani masa kini, dengan tetap menjaga masa lalu, merawat sejarah.
(wsw/fem)