Mataram -
Wisata pendakian gunung Rinjani diributkan banyak pihak. Ada yang mau mengambil alih pengelolaan dari taman nasional. Ada juga yang mau kuota pendaki ditambah.
Warga, tour operator (TO) hingga pelaku usaha lingkar Gunung Rinjani sampai melakukan demonstrasi di Kantor Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) pada Rabu (9/4) pekan lalu untuk menuntut ditambahnya kuota pendaki.
Mereka ingin kuota pendakian Gunung Rinjani dari jalur Desa Senaru, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat agar ditambah. Dari semula 150 pendaki per hari menjadi tak terbatas alias sebanyak-banyaknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ketua Asosiasi Tour Operator Senaru (ATOS), Munawir, kebijakan pembatasan jumlah pendaki gunung Rinjani itu sangat merugikan masyarakat setempat.
"Kuota ini tidak cukup bagi kami. Makanya kami melakukan pendekatan ke kepala balai, tetapi tidak pernah diatensi," terang Munawir.
Warga Sembalun Ingin Kelola Gunung Rinjani Secara Mandiri
Di sisi lain, sejumlah warga dan pelaku wisata dengan nama Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun (SMPS) minta hak pengelolaan wisata pendakian Gunung Rinjani agar dikelola secara mandiri oleh mereka.
Mereka pun mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), untuk menerbitkan peraturan daerah (Perda) terkait hal itu.
"Kami masyarakat Sembalun khususnya dan masyarakat Lombok Timur pada umumnya memutuskan untuk pisah wilayah atau mengelola sendiri pintu pendakian Sembalun," ujar Ketua SMPS, Handanil saat dikonfirmasi, Kamis (10/4/2025).
Pria yang akrab disapa Danil itu menjelaskan tuntutan tersebut dilatarbelakangi oleh kekecewaan warga terhadap tata kelola pendakian Gunung Rinjani yang dinilai tidak adil. Mereka juga mengeluhkan pembangunan pariwisata berkelanjutan di wilayah Sembalun menjadi terhambat.
"Keinginan mengelola sendiri pintu pendakian Sembalun muncul akibat adanya dominasi kelompok tertentu yang bersikap eksklusif dan tidak mendukung visi pembangunan pariwisata yang berkelanjutan," ujar Danil.
Taman Nasional Kumpulkan Semua Asosiasi
Akhirnya, pada Selasa (14/4) pihak Taman Nasional Gunung Rinjani mengumpulkan berbagai asosiasi hingga forum wisata yang mengelola wisata alam Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Pertemuan itu dilakukan untuk meredam konflik horisontal terkait pengelolaan pintu masuk wisata pendakian gunung Rinjani.
"Pertemuan itu bertujuan untuk mengonfirmasi perkembangan pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani secara kekeluargaan dan meminta masukan terkait berbagai persoalan yang ada," kata Kepala Balai TNGR Yarman, seperti dikutip dari Antara.
Pihak Balai TNGR menegaskan kuota pendaki gunung Rinjani sebanyak 700 orang per hari sudah sesuai dengan daya dukung dan daya tampung Gunung Rinjani, sehingga tidak bisa ditambah secara mendadak.
Jumlah kuota 700 pendaki per hari itu dibagi ke enam jalur pendakian, yakni Senaru sebanyak 150 orang, Torean 100 orang, dan Sembalun 150 orang. Jika ditotal, jumlahnya sebanyak 400 pendaki per hari.
Sedangkan kuota sisanya, sebanyak 300 pendaki dibagi lagi sebanyak 100 orang di Jalur Timbanahu, jalur Tete Batu 100 orang, dan jalur Aiq Beriq 100 orang.
Wisata pendakian gunung Rinjani memang menjadi tulang punggung untuk mengisi periuk nasi banyak orang. TNGR sendiri melibatkan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan gunung Rinjani dengan rincian 179 operator yang memiliki izin pendakian, 458 porter hingga 867 pemandu wisata yang semuanya berasal dari masyarakat lokal.
Wisata gunung Rinjani juga menggerakkan sektor akomodasi, penyewaan peralatan, hingga transportasi yang dikelola oleh masyarakat setempat
Jumlah kunjungan wisata gunung Rinjani yang meningkat berdampak positif bagi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Rp 14,7 miliar di 2023 menjadi Rp 22,5 miliar pada tahun 2024.
(wsw/wsw)