Perjuangan Keluarga Korban Kecelakaan Jeju Air Mencari Jawaban

6 hours ago 3

Seoul -

Kecelakaan Jeju Air pada akhir Desember 2024 menjadi catatan hitam dalam penerbangan Korea Selatan. Keluarga korban terus berusaha mencari jawaban atas sebab kematian anggota keluarga mereka.

Diberitakan New York Times, Senin (17/3/2025) keluarga korban berkumpul, saling berbagi kesedihan, dan berbincang-bincang sebagai mengobati duka, bahkan menginap di tenda di Bandara internasional Muan. Pasca kecelakaan tragis 29 Desember lalu, Bandara Muan telah berubah menjadi pusat komunitas bagi keluarga yang berduka atas 179 orang yang tewas dalam kecelakaan Jeju Air.

Kembali ke momen 29 Desember lalu, gedung besar di bandara tersebut menjadi saksi betapa pilu mereka mendengar nama-nama keluarga mereka diucapkan sebagai penumpang yang tewas dalam kecelakaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami sekarang adalah keluarga. Orang-orang di sini mengerti apa yang tidak bisa dipahami orang lain," kata Son Joo-taek, yang kehilangan putranya dalam kecelakaan itu dan berada di antara sekitar 20 orang yang duduk di sekitar deretan meja lipat yang berisi air dan makanan ringan pada hari Sabtu minggu lalu.

Datang ke bandara adalah cara bagi beberapa keluarga untuk menemukan rasa kebersamaan saat harus merelakan kematian anggota keluarga mereka. Yang lain menjauh dari bandara, takut kenangan itu akan terlalu menyakitkan, atau dibatasi oleh pekerjaan.

Akhir-akhir ini, pembicaraan di antara beberapa keluarga yang berduka telah beralih ke tindakan. Keluarga dari mereka yang tewas mengatakan mereka tidak senang dengan sedikitnya informasi dari pejabat, dan penolakan untuk merilis catatan, termasuk transkrip dari menara kontrol.

Mereka ingin tahu lebih banyak tentang laporan tentang tabrakan burung beberapa menit sebelum pendaratan, bagaimana pesawat jet itu jatuh tanpa roda pendaratan, dan mengapa tanggul yang ditabraknya tidak dirancang untuk hancur.

Dalam keputusasaan, beberapa orang beralih ke buku dan video demi mempelajari tentang keselamatan penerbangan, termasuk cara kerja perekam penerbangan, pengontrol lalu lintas udara, pelokalan, dan mesin jet. Mereka juga mempelajari desain bandara.

"Prioritas utama keluarga adalah mendapatkan kebenaran. Kalau tidak, kami hanya mengandalkan para penyelidik, yang sering menggunakan jargon," kata Son Ha-yang, putri Son Joo-taek, di bandara tempat saudara laki-lakinya dan pacarnya tewas.

Son Ha-yang, yang telah mengambil cuti sekitar tiga bulan dari pekerjaannya di Seoul, mengatakan bahwa ia merasa perlu membaca manual Boeing dan peraturan penerbangan, dan telah mempelajari istilah-istilah yang sebelumnya tidak berarti apa-apa baginya, seperti CVR, FDR, ICAO. Ia telah menghubungi kerabat lainnya dan mereka juga mengatakan ingin mempelajari lebih lanjut tentang apa yang mungkin salah.

Pihak berwenang Korea Selatan sebelumnya mengatakan bahwa butuh waktu lebih dari setahun untuk menyelesaikan penyelidikan. Kabar ini membuat keluarga korban frustrasi.

"Keluarga korban ingin tahu mengapa orang yang mereka cintai meninggal. Mereka juga merasa bahwa, dengan mempelajari, mereka telah berupaya untuk mereka yang meninggal," kata Park Cheol, seorang pengacara untuk keluarga korban.

Beberapa kerabat korban bahkan sampai menantang pejabat di pertemuan-pertemuan atas kecelakaan itu. Mereka khawatir tidak cukup banyak orang yang menyelidiki penyebabnya, dibandingkan dengan kejadian di Amerika Serikat. Pihak berwenang juga tidak menyetujui permintaan mereka untuk merilis komunikasi dari menara kontrol sekitar waktu kecelakaan.

Kementerian transportasi Korea Selatan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa badan investigasi sedang berunding dengan pihak berwenang untuk menambah jumlah penyelidik. Kementerian juga mempertimbangkan untuk memberikan transkrip komunikasi kontrol lalu lintas udara, meskipun biasanya tidak dirilis ke publik.


(sym/wsw)

Read Entire Article
Global Sports | Otomotif Global | International | Global news | Kuliner