Perjalanan ke Curug Cibulao yang Menegangkan dan Tak Terlupakan

1 week ago 10

Jakarta -

Hari Sabtu setelah menyelesaikan UTS, saya dan 13 teman memutuskan untuk melakukan perjalanan spontan sebagai hadiah untuk diri kami sendiri. Tanpa rencana, kami langsung berangkat menuju Curug Cibulao dengan menggunakan tujuh motor.

Perjalanan kami dimulai dari Baranangsiang IPB, meskipun tidak ada persiapan khusus, semangat kami tetap tinggi. Kami memutuskan untuk mengambil jalur alternatif melewati Summarecon Bogor dan tembus ke Puncak Bogor.

Keputusan ini diambil untuk menghindari kemacetan yang biasa terjadi di jalan Tajur. Setelah memeriksa Google Maps, kami mendapati jalur Tajur merah panjang, yang artinya kami akan terjebak macet.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena itu kami memilih melewati Summarecon Bogor. Lalu selama perjalanan kami memilih untuk tidak terburu-buru, menerapkan prinsip "pelan-pelan tapi sampai tujuan."

Suasana perjalanan sangat menyenangkan, ditambah dengan udara sejuk Puncak Bogor yang semakin membuat kami menikmati momen itu. Tentu saja, perjalanan kami tidak tanpa hambatan. Kami berhenti di pom bensin untuk mengisi bahan bakar dan melanjutkan perjalanan.

Namun, saat melintas di jalur Puncak Bogor, kami mendapati kenyataan yang tak terelakkan: Sabtu sore adalah waktu yang padat bagi pengendara, sehingga kemacetan menghalangi perjalanan kami. Kendaraan motor hanya bisa melaju pelan, dan kami terjebak hampir dua jam dalam perjalanan yang tampaknya tak berujung.

Setelah melewati kemacetan, kami menemukan gang kecil yang menjadi jalan menuju Curug Cibulao. Saat itu, saya dan teman saya, Amoy, sedikit kebingungan karena kami melewatkan jalur tersebut. Setelah beberapa saat, kami sadar bahwa teman-teman kami sudah hilang dari penglihatan dan lebih dulu menuju ke lokasi curug.

Kami memutuskan untuk putar balik dan mencari jalur yang benar, meskipun sempat ada sedikit drama. Teman saya yang lain, yang sudah menunggu, marah dan mengomel, "Lama banget, Dika!"

Saya hanya bisa diam dan menjawab dengan santai, "Iya, iya." Haha. Setelah berkumpul kembali, kami melanjutkan perjalanan. Semakin mendekati Curug Cibulao, jalanan semakin curam dan penuh jalan yang bolong.

Beberapa teman memilih untuk turun dari motor karena takut beban mereka membuat motor tidak kuat menanjak. Namun, saya dan Amoy berhasil melintasi rintangan tersebut dengan mudah, meskipun kami harus sedikit pelan agar bisa menyesuaikan dengan kecepatan teman-teman yang lain.

Di tengah perjalanan, kami memutuskan untuk berhenti sejenak untuk menghindari motor overheat. Kejadian lucu pun terjadi. Saya berhenti terlalu dekat dengan motor teman saya karena rem dadakan. Teman saya yang jadi penumpang terjatuh karena plat nomor motor saya menyenggolnya.

Tak disangka, plat nomor motor saya juga patah. Saya merasa panik, khawatir akan ditilang polisi, meskipun sepanjang perjalanan belum ada satupun petugas yang terlihat. Saat itu juga, saya belum memiliki SIM motor, yang menambah rasa takut saya.

Tetapi, kami tetap melanjutkan perjalanan dan membawa plat nomornya meski tanpa memperhatikan plat nomor yang copot. Setelah perjuangan panjang, akhirnya kami sampai di tujuan, Curug Cibulao. Saat membeli tiket, kami diberi dua pilihan: tiket reguler untuk pengunjung biasa, atau tiket dengan vest untuk bisa berenang di bawah air terjun.

Saya memilih untuk hanya melihat-lihat saja, jadi saya membeli tiket reguler. Saat berjalan menuju curug, saya merasakan bahwa bebatuan dan tanah di sekitar sangat licin. Terutama di jembatan kayu setelah turun dari tangga, hanya ada sebatang pohon kayu yang menjadi pijakan.

Jika tidak hati-hati, bisa saja jatuh ke air yang meskipun tidak dalam, tetap cukup membuat celana basah. Setelah melewati tantangan tersebut, kami akhirnya sampai di air terjun yang indah. Suasana yang tenang dan udara yang sejuk membuat kami semakin menikmati pemandangan.

Beberapa teman saya memilih untuk membeli tiket dengan vest dan berenang di bawah air terjun, sementara saya memilih untuk duduk santai dan memotret momen tersebut dengan kamera Canon DSLR saya.

Meskipun sedikit khawatir kamera saya akan terkena air, saya tetap berusaha menangkap setiap momen seru. Kami menghabiskan sekitar dua jam di sana, bercanda, bermain air, dan menikmati waktu bersama. Namun, setelah dua jam yang menyenangkan, kami memutuskan untuk kembali.

Perjalanan pulang dimulai dengan gerimis yang mulai turun, meskipun tidak terlalu lebat. Suhu menjadi sangat dingin, dan saya sedikit khawatir akan sakit setelah perjalanan panjang itu. Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba teman saya menabrak mobil dari belakang.

Beruntung, teman saya yang badannya besar dan tinggi tidak terluka, sementara pengemudi mobil yang menabrak merasa takut karena badannya teman saya yang besar dan tinggi tersebut, jadi langsung melanjutkan perjalanan tanpa meminta pertanggungjawaban.

Lelah dan lapar, kami pun mencari tempat makan. Setelah perjalanan sekitar satu setengah jam, akhirnya kami tiba di tempat makan pecel lele milik Mas Gondrong. Kami makan hingga kenyang, berbicara, dan tertawa bersama, mengakhiri perjalanan panjang ini dengan penuh kebersamaan.

Dengan perut kenyang dan hati senang, kami akhirnya pulang ke rumah masing-masing. Perjalanan ini mungkin spontan, namun memberikan banyak kenangan yang tak akan terlupakan, penuh tawa, tantangan, dan persahabatan yang semakin erat.

Read Entire Article
Global Sports | Otomotif Global | International | Global news | Kuliner