Aneka Tradisi Menjelang Bulan Ramadan di Cirebon, Bikin Nostalgia

2 weeks ago 19
Portal Berita Live Jitu Non Stop

Cirebon -

Menjelang bulan Ramadan, ada banyak tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat. Terutama di Cirebon, Jawa Barat. Tradisi ini pasti bikin kamu bernostalgia.

Cirebon merupakan daerah pesisir Jawa Barat yang memiliki ragam budaya dan tradisi menjelang bulan Ramadan. Dari mulai munggahan, santri yang bermain api, hinggga tradisi pukul bedug yang masih dilakukan keluarga Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon.

Berikut aneka tradisi menjelang Ramadan di daerah berjuluk Kota Wali:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Sepak Bola Api

Atraksi sepak bola api telah menjadi tradisi turun-temurun di Pondok Pesantren Ciwaringin, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon. Menjelang bulan suci Ramadan, santri di pesantren ini menampilkan aksi ekstrem yang menguji nyali.

Tidak hanya bermain bola api, mereka juga melakukan mandi petasan sebuah aksi di mana ratusan petasan dililitkan ke tubuh, lalu diledakkan satu per satu. Dentuman keras membelah malam, tetapi para santri tetap tegak berdiri, seolah tak tergoyahkan oleh ledakan.

Tentu saja, ini bukan sekadar aksi nekat. Ada persiapan panjang yang harus dijalani. Pembina sepak bola api santri, KH Marzuki Ahal, menjelaskan tradisi ini memiliki nilai sejarah yang kuat.

"Kegiatan ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga bagian dari warisan perjuangan melawan penjajah. Dulu, para pejuang menggunakan batu dan api sebelum diterjunkan ke medan perang. Permainan ini sudah ada sejak zaman Belanda, terutama di lingkungan pesantren," ungkapnya, Selasa (11/2/2025).

Atraksi bola api ini menjadi magnet bagi warga sekitar. Mereka datang bukan hanya untuk menyaksikan aksi menegangkan, tetapi juga merasakan semangat dan keberanian para santri dalam menyambut Ramadan.

Bagi masyarakat Ciwaringin, api bukan sekadar elemen yang membakar. Melainkan sebagai simbol keteguhan, keberanian, dan spiritualitas. Dan malam itu, di tengah kobaran nyala, semangat Ramadan pun semakin terasa hangat.

2. Munggahan

Masyarakat Jawa Barat punya tradisi menyambut Ramadan yang jenis-jenis kegiatannya nyaris serupa antara satu tempat dengan daerah lainnya. Secara umum istilah menyambut Ramadan ini disebut Munggahan. Di Cirebon, tradisi munggahan juga dilaksanakan.

Munggahan berasal dari kata 'unggah' yang berarti naik dari satu tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi. Ada istilah kepada anak-anak yang tidak bisa diam berlarian kesana-kemari, ke atas ke bawah, disebut 'turun-unggah' (turun-naik).

Maksud para leluhur menyebut tradisi menjelang Ramadan ini sebagai munggahan adalah masyarakat Sunda naik dari bulan Syaban ke Ramadan. Orang Sunda menyebutnya dari bulan Ruwah ke Puasa.

Tradisi munggahan pada intinya mempersiapkan diri untuk menghadapi kewajiban berpuasa bagi umat Islam selama sebulan penuh. Disiapkan fisik dan rohani untuk 'naik' dengan meningkatkan perbuatan ibadah di bulan Ramadan.

3. Dlugdag

Dalam menyambut bulan suci Ramadan Keraton Kasepuhan menggelar tradisi dlugdag yakni menabuh bedug usai melaksanakan ibadah salat asar di Langgar Agung, tepat sehari sebelum bulan Ramadan tiba.

Tradisi dlugdag ini sebagai penanda masuknya bulan suci Ramadan. Mengingat dahulu belum ada pengeras suara, oleh karena itu tabuhan bedug ini sebagai penanda informasi bagi masyarakat di kala itu.

"Karena dulu belum ada pengeras suara, jadi tabuhan bedug ini menjadi penanda buat masyarakat bila bulan suci Ramadan sudah tiba," kata Pangeran Goemelar Suryadiningrat selaku Patih Sepuh Keraton Kasepuhan Cirebon.

Tabuhan dalam tradisi dlugdag memiliki irama yang berbeda dengan penanda tabuhan bedug saat waktu salat tiba. Keluarga keraton pun menyaksikan tradisi ini.

Bedug yang digunakan dalam tradisi ini merupakan bedug peninggalan dari Sunan Gunung Jati yang masih digunakan sebagai penanda waktu shalat di Langgar Agung. Bedug ini bernama Samogiri.

Pesan lainnya adalah meminta masayarakat agar menyambut bulan suci Ramadan dengan kebahagiaan. Karena bulan spesial yang satu ini merupakan bulan dengan penuh dengan ampunan.

4. Nyekar

Menjelang bulan suci Ramadan, masyarakat Cirebon memiliki tradisi ziarah kubur atau nyekar sebagai bentuk penghormatan dan mendoakan yang telah berpulang.

Salah satu lokasi yang ramai dikunjungi adalah kompleks makam Sunan Gunung Jati di Kabupaten Cirebon. Peziarah harus melintasi tangga panjang yang dipenuhi ratusan makam untuk mencapai makam utama Sunan Gunung Jati.

Tradisi ziarah kubur ini juga membawa berkah bagi para pedagang bunga tabur di sekitar area pemakaman. Menjelang Ramadan, penjualan bunga tabur meningkat signifikan.

Selain sebagai bentuk penghormatan, nyekar menjelang Ramadan juga menjadi momen introspeksi dan pengingat akan kematian, serta kesempatan untuk mendoakan keluarga yang telah meninggal dunia.


-------

Artikel ini telah naik di detikJabar.


(wsw/wsw)

Read Entire Article
Global Sports | Otomotif Global | International | Global news | Kuliner