Kintamani -
Tak cuma menawarkan gaya hidup sehat, kafe Little Spoon juga mengajak pengunjung untuk peduli bumi dan para petani. Pengelolanya perempuan muda yang kuliah di jurusan lingkungan hidup, dengan spesialisasi Urban Sustainability di Seattle, Amerika Serikat (AS)
detikTravel menyambangi kafe itu akhir pekan lalu setelah menikmati kopi luwak di sebuah perkebunan di Bali. Berarsitektur pendopo tanpa dinding, lokasi kafe itu menjorok sekitar 50 meter dari tepi Jalan Pantai Nyanyi, Banjar Pasti. Agak tersembunyi atau hidden gem, apalagi papan nama hanya berupa kayu berukuran 20 x 40 cm.
Kafe Little Spoon menawarkan aneka salad dan jus dari sayur dan buah organik alias ditanam sendiri tanpa pestisida dan pupuk sintetis. Ternyata tak cuma salad dan jus serba organik, menu-menu western dan tradisional pun tersedia. Tak kecuali kopi arabika dan robusta dari Kintamani.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nasi brokoli salah satu menu andalan di Kafe Little Spoon Foto: Sudrajat / detikcom
"Makanan olahan di sini dikurasi ahli nutrisi. Kami juga punya insinyur pertanian yang mengawal proses penanaman hingga panen," kata Fransiska (Siska) Kumalawati Susilo.
Konsep sayur dan buah organik, Siska melanjutkan, dilandasi oleh mimpi dan ambisi putrinya, Audria Adythia Evelinn, untuk memperbaiki sistem pangan lokal, khususnya di sekitar tempatnya tinggal di kawasan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali.
Siang itu, hanya kami bertiga yang merupakan wisatawan lokal. Selebihnya beberapa pasangan turis mancanegara yang singgah untuk melepas dahaga di tengah cuaca yang lumayan menyengat. Sebagai pembuka kami memesan beberapa botol jus wortel, buah bit, kunyit, dan farm green yang merupakan paduan dari bayam, mentimun, nanas, dan lemon. Semuanya tanpa gula. Rasanya benar-benar fresh, menyegarkan...
Untuk makan siang yang sebetulnya sudah terlambat kami memesan nasi goreng plus sate, salad, dan nasi brokoli. Sekalipun ada kata nasi di depannya, rupanya nasi brokoli sama sekali tanpa nasi. Isinya racikan brokoli, timun, wortel, kol ungu, kacang panjang. Untuk proteinnya didapat dari telor mata sapi dan irisan daging ayam, serta taburan kacang almond.
Semua disajikan dalam porsi cukup besar. Mungkin karena kebanyakan pengunjung kafe ini adalah para turis asing. Saya, Melly, dan Adi kewalahan untuk menghabiskan menu-menu yang kami pesan. "Nasi gorengnya enak, gak kebanyakan minyak dan gak asin. Cuma kurang pedes aja kalo dari selera gue," kata Melly. Ia juga memuji olahan sate dan tingkat kematangan telur goreng yang dinilai pas.
Untuk salad, kesegarannya tak perlu diperbincangkan lagi. Serba crunchy saat dikunyah dan manis rasanya. Saya pribadi butuh sekitar 15 menit untuk menghabiskan menu nasi brokoli yang terasa gurih berkat taburan almondnya. Maklum, saya lebih terbiasa makan dengan sayuran berkuah.
Kafe tersebut, menurut Siska, merupakan pengembangan dari kebun organik sebagai bisnis utamanya. Pada 2018, Audria membuka kebun organik seluas 500 meter persegi di samping rumah mereka. Usaha itu dilandasi oleh mimpi dan ambisi putrinya untuk memperbaiki sistem pangan lokal, khususnya di sekitar tempatnya tinggal di kawasan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali.
Little Spoon melayani penjualan sayuran dan buah organik ke dalam kotak atau dikenal dengan istilah Farm Box. Audria memilih nama Little Spoon karena mengibaratkan apa yang dilakukan lewat usahanya itu seperti sendok kecil yang memberikan akses nutrisi, edukasi, dan dukungan kepada para petani untuk memasarkan produk-produk mereka kepada konsumen.
Kafe Little Spoon, Kediri, Bali (Sudrajat/detikcom)
Selain tak menggunakan pestisida dan pupuk sintetis, lewat kebunnya Audria mengajarkan kepada para petani untuk merehabilitasi tanah agar tetap subur. Salah satunya dengan metode penanaman tumpang sari dan berganti-ganti jenis tanaman setiap kali usai panen.
"Karena manusia dan alam harus saling berbagi agar tetap berjalan selaras. Cintailah bumi maka ia akan menjaga mimpimu tetap tumbuh," kata Siska mengulang pernyataan Audria yang sejak beberapa waktu lalu melanjutkan kuliah di Eropa.
Putri keduanya itu pada 1 April 2022 meraih penghargaan "Outstanding Leadership Award" pada Konferensi Makanan 2.0 di Dubai.
Karena kualitas sayuran dan buah organik yang ditawarkan merupakan kualitas premium, harganya pun tergolong mahal. Satu kotak di kisaran Rp 250 ribu - 450 ribu tergantung porsi dan pilihan menu.
"Awalnya kami punya seratusan pelanggan yang mayoritas orang asing. Jumlahnya terus melejit saat memasuki pandemi Covid-19," kata Siska.
Untuk mengurusi kebun, Audria menggandeng Erika Tinambunan dan beberapa orang lainnya. Perempuan asal Sumatera Utara itu lulusan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Sebelumnya Erika bekerja di perkebunan sayuran organik di Bogor, 2015-2018.
"Saya bergabung ke Little Spoon mulai 2019 lewat Job Street," ujar Erika.
Audria Adythia Evelinn (Foto: Dok. Pribadi)
Di kebun Little Sppon, mereka memproduksi sektiar 40 jenis sayuran dan herbal, seperti timun Jepang, labu, kemangi, bawang putih, selada, selada hitam (arugula), marigold flowers, dan mints. Mereka tak cuma memperhatikan perawatan tanaman-tanaman yang ada di green house. Tak hanya pupuk, anti-hama organik tapi juga tata kelola air.
"Saya bertanggung jawab untuk mengatur program tanam supaya tetap ada produksi, menjalin hubungan dengan mitra petani, dan mengatur operasional harian," kata Erika.
Karena permintaan pasar terus meningkat, lahan yang saat ini cuma sekitar 500 meter, ditambah menjadi 4.000 meter persegi. Lokasi kebun dipindahkan ke daerah Bedugul.
"Untuk sayuran kami bermitra dengan dua petani binaan. Kalau buah, kami mengambil dari beberapa petani sesuai musimnya. Kualitasnya kami jamin premium," ujar Erika.
(jat/fem)