Kisah Negara yang Hampir Kehilangan Hewan Nasional gegara Perburuan Liar

4 weeks ago 16

Luanda -

Sebuah negara yang rawan konflik hampir kehilangan hewan nasional. Lalu, tim konservasionis berusaha keras melestarikannya kembali agar tidak punah.

Mengutip CNN, Jumat (18/10/2024), negara itu bernama Angola. Ia hampir kehilangan hewan dengan tanduk panjang dan bergerigi serta tubuh yang berotot, giant sable antelope atau antelop besar yang langka.

Kijang yang hanya endemik di Angola, di barat daya Afrika ini terancam punah, dengan populasi hanya beberapa ratus ekor saja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun keadaannya masih genting, kijang raksasa di sana merupakan kisah keberhasilan konservasi, membawa hewan yang hampir punah kembali dari ambang kepunahan.

Antelop raksasa ini pertama kali ditemukan pada awal abad ke-20 dan kemudian menjadi hewan nasional Angola.

Namun, karena tanduknya yang mencolok, antelop ini segera menjadi target para pemburu liar, kata seorang konservasionis Angola yang terkenal, Pedro Vaz Pinto.

Pada tahun 1975, keadaan mereka berubah menjadi lebih buruk ketika perang saudara meletus di Angola setelah kemerdekaannya dari Portugal.

Selama 27 tahun berikutnya, konflik ini menghancurkan satwa liar di negara ini, tidak terkecuali si antelop raksasa.

Perang menyebabkan perburuan intensif untuk mendapatkan daging dan cula hewan ini. Hilangnya habitat, dan kurangnya tindakan konservasi, memperparah masalah ini.

"Awalnya, tidak ada yang benar-benar tahu jika antelop raksasa itu selamat dari perang saudara," kata Vaz Pinto.

Sebagai seorang ahli biologi yang memiliki kecintaan terhadap satwa liar dan latar belakang penelitian lapangan di seluruh Afrika, Vaz Pinto pertama kali tertarik pada nasib antelop raksasa karena tidak ada orang lain yang meneliti masalah ini.

Giant sable antelope dari AngolaGiant sable antelope dari Angola (Foto: CNN)

Misi pertama

Pada tahun 2003, setelah perang berakhir, Vaz Pinto membentuk sebuah tim kecil untuk menyelidiki apakah masih ada antelop raksasa yang tersisa.

Mereka menggunakan mobil van dan melaju melalui Taman Nasional Cangandala, di bagian utara negara itu, di mana penduduk setempat telah melaporkan adanya penampakan.

Di sana, tim memasang kamera di seluruh area seluas 630 kilometer persegi. Setahun kemudian, foto-foto mereka membuktikan bahwa populasi kecil itu memang ada.

Namun, seperti yang kemudian diketahui oleh Vaz Pinto, mereka semua berjenis kelamin betina.

"Butuh beberapa saat untuk benar-benar meresapi dan menerima kenyataan tentang apa yang sedang terjadi. Ini adalah kepunahan, pusaran kepunahan, yang terjadi di depan mata kita," katanya.

Operasi pemulihan

Segera setelah itu, Vaz Pinto mendirikan Proyek Konservasi Giant Sable untuk mulai melindungi spesies ini dan meningkatkan populasinya.

Tanpa bukti, hanya dengan firasat, Vaz Pinto dan timnya melakukan perjalanan ke Cagar Alam Integral Luando, sebuah habitat terpencil dengan keanekaragaman hayati yang sebelumnya diketahui sebagai habitat si antelop raksasa.

Pada tahun 2009, melalui DNA yang dikumpulkan melalui sampel kotoran, mereka mengidentifikasi bahwa setidaknya ada satu pejantan yang tinggal di cagar alam tersebut.

Vaz Pinto dan timnya menaiki helikopter untuk memulai pencarian mereka, dan memutuskan untuk memusatkan perhatian pada lokasi pengambilan sampel.

"Ketika kami bergerak menuju lokasi tersebut, ada seekor pejantan antelop raksasa yang sedang berdiri di sana. Jadi itu seperti keajaiban, dan kemudian pada hari-hari berikutnya, kami menemukan, sekitar, enam ekor antelop jantan lagi," kata dia.

Salah satu pejantan diangkut kembali ke Cangandala dengan helikopter dan ditempatkan di suaka berpagar bersama para antelop betina untuk membantu menghidupkan kembali populasi antelop.

Giant sable antelope dari AngolaGiant sable antelope dari Angola (Foto: CNN)

Masih terancam punah

Saat ini, suaka margasatwa di Cangandala memiliki populasi sekitar 100 satwa dan masih terus bertambah. Timnya juga memantau populasi hewan liar yang masih berkeliaran di Luando melalui kalung GPS dan drone.

"Daerah ini masih berada di bawah tekanan perburuan liar yang luar biasa," kata Vaz Pinto.

"Kami memiliki lima kawanan antelop yang tersisa, jadi kami berusaha menjaga mereka dengan kalung GPS yang aktif setiap saat agar kami dapat memberikan perlindungan pada area tersebut," katanya.

Sebelum kemerdekaan Angola, populasi antelop raksasa diperkirakan sekitar 2.000 hingga 2.500 ekor. Mengembalikannya ke tingkat itu akan membutuhkan waktu.

"Saya pikir kita dapat menetapkan tujuan jangka pendek dan menengah untuk mengembalikan jumlah hewan ini menjadi 500 ekor, dan mungkin dalam jangka menengah dan panjang menjadi 1.000 atau 1.500 ekor," ujar Vaz Pinto.

Ia bangga bahwa mereka telah berhasil mengembalikan hewan ini dari ambang kepunahan, namun ia tetap optimis dengan statusnya saat ini.

"Tidak dapat dipungkiri bahwa kita telah membuat banyak kemajuan, tetapi jika kita berhenti, jika kita tidak melakukan apa pun, itu semua bisa saja menurun," ujar dia.


(msl/wsw)

Read Entire Article
Global Sports | Otomotif Global | International | Global news | Kuliner