Hutan Gunung Salak Dibabat Atas Nama Pariwisata, Warga Cidahu Hidup Dalam Kekhawatiran

19 hours ago 3

Liputan6.com, Sukabumi - Sebuah video menarasikan dukungan terhadap aktivitas wisata di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), tepatnya di Blok Cangkuang, Gunung Salak, menuai polemik di tengah masyarakat. 

​Warga Desa Cidahu mengecam klaim ini karena lokasi yang dipromosikan berdekatan dengan area yang mengalami kerusakan lahan dan penebangan pohon ilegal secara masif. 

Video yang diunggah oleh konten kreator asal Kabupaten Sukabumi itu menampilkan klaim dukungan dari sejumlah tokoh agama untuk pembukaan lokasi wisata. 

Warga semakin khawatir, mengingat mereka berada di bawah ancaman bencana ekologis serupa yang pernah terjadi di daerah lain.

​Tim Advokasi Warga Cidahu, ​Rozak Daud mengatakan, pembukaan tempat wisata di kawasan hutan dan perkebunan ini bertentangan dengan Surat Edaran Gubernur Jawa Barat tentang penghentian izin usaha di kawasan hutan dan perkebunan (Maret dan Desember 2025).

"Bukan untuk dikelola kembali oleh perusahaan baru sebagai tempat wisata," kata Rozak, saat ditemui Rabu (17/12/2025). 

Menurutnya, tanah enclave dari bekas Hak Guna Usaha (HGU) seharusnya diperuntukkan sebagai tanah cadangan negara atau Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) untuk kepentingan masyarakat.

Sebab itu, ​ia mendesak aparat berwenang untuk menyelidiki perizinan dan pengelolaan tanah tersebut, termasuk kejelasan pihak yang memfasilitasi. Serta kesesuaiannya dengan ketentuan pemanfaatan kawasan hutan dan perkebunan.

​Kerusakan Hutan Akibat Penebangan Masif ​

Senada dengan Rozak, tokoh warga Cidahu, Rohadi (50), menyayangkan klaim dukungan terhadap wisata tersebut. 

Ia mengungkapkan, di Blok Cangkuang telah terjadi penebangan pohon secara liar dan masif selama dua tahun terakhir, termasuk pohon-pohon penghijauan yang ditanam puluhan tahun lalu.

​"Penebangan ini sudah terjadi sejak lama. Pelakunya bukan pemilik pohon, melainkan pihak yang saat ini membuka wisata di Blok Cangkuang, yang kami duga tanpa izin," ujar Rohadi.

​Kerusakan ini telah menyebabkan dampak lingkungan yang nyata terhadap warga di tiga desa yang bergantung pada aliran air dari Blok Cangkuang. Rohadi menyebut, debit air bersih menurun drastis dan air cepat keruh. 

Ia menambahkan, kekhawatiran warga semakin besar karena musibah banjir bandang pernah terjadi pada Oktober 2022, dan kondisi saat ini diperparah dengan membusuknya akar-akar pohon yang berfungsi sebagai penahan air.

​Ironisnya, kawasan yang dulu dikelola dengan ketat di bawah skema HGU kini terbuka dan tanpa pengawasan, memfasilitasi penebangan liar dan diduga digantikan dengan lahan kosong untuk komersialisasi. 

Warga Cidahu mendesak Gubernur Jawa Barat dan pemerintah pusat untuk segera bertindak demi menghentikan kerusakan dan mencegah bencana.

​"Harapan kami, Gubernur Jawa Barat bisa melihat langsung kondisi ini. Kami hidup dalam kekhawatiran akan bencana," ungkapnya.

Read Entire Article
Global Sports | Otomotif Global | International | Global news | Kuliner