Jakarta -
Fenomena judi online benar-benar memberikan dampak yang sangat buruk, terutama bagi sektor pariwisata hingga bisa menghambat target pertumbuhan ekonomi 8%.
Publik tengah terguncang atas berita penangkapan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang ternyata membekingi situs-situs judi online (judol).
Dari 14 tersangka yang baru ditangkap, 11 diantaranya merupakan pegawai Komdigi. Setidaknya ada 1.000 situs judi online yang dibina dan dilindungi agar tidak diblokir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komdigi, kementerian yang seharusnya berjibaku mengeluarkan masyarakat dari belenggu judi online, justru menjadi lubang pasir yang membuat jeratan judi online terus menggerogoti. Sangat ironis.
Namun kita patut mengapresiasi kinerja cepat Menteri Komdigi Meutya Hafid, yang tidak sampai 100 hari kerja sudah membongkar praktik mafia yang sangat ironis. Ini menjadi pembuktian atas ketegasan Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas judi online.
Pada kesempatan ini, saya tidak akan secara spesifik membahas kasus judi online di Komdigi, melainkan dampak dominonya terhadap perekonomian nasional. Dampak ini begitu laten dan destruktif, namun sayangnya minim perhatian dan pembahasan.
Pemberantasan judi online tidak hanya harus digalakkan karena efeknya yang menjerat masyarakat menengah ke bawah, melainkan juga karena dampak destruktifnya yang mencegah pertumbuhan ekonomi nasional menjadi 8 persen.
Efek Buruk Judi Online bagi Dunia Pariwisata
Berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata dan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat yang bekerja di sektor pariwisata dan beririsan dengan pariwisata setidaknya berjumlah 40 juta jiwa. Ini adalah jumlah yang sangat besar.
Sedikit membuat perbandingan, jumlah itu jauh lebih besar di atas kluster Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang selama ini kerap jadi pembahasan nasional. Menurut data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), selama periode Januari-Agustus 2024 setidaknya terdapat 207.090 PMI yang ditempatkan di berbagai negara.
Selain soal jumlah, potensi ekonomi dari sektor parekraf juga sangat luar biasa. Berdasarkan laporan Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO), pada tahun 2022 pendapatan negara-negara yang concern terhadap isu pariwisata dapat mencapai puluhan hingga ratusan miliar dolar.
Berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata, per September 2023 kontribusi pariwisata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 3,83%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang sebesar 3,6%. Per September 2023, nilai devisa pariwisata Indonesia sudah menyentuh angka US$ 10,46 miliar.
Nah, potensi pendapatan ekonomi yang besar itu dapat terancam apabila masyarakat menengah yang menjadi aktor penggerak utama pariwisata justru terjerat judi online.
Sebagaimana diketahui, judi online pada dasarnya adalah scam atau tipuan. Algoritma dalam situs-situs judi online diprogram untuk selalu memenangkan bandar dan membuat pemainnya kecanduan.
Pemain akan diberi kemenangan kecil secara berkala untuk membuat efek candu, yang mana itu membuat pemain tidak sadar tengah kalah dalam jumlah besar.
Dalam studi psikologi, efek candu itu disebut dengan Gambler's Fallacy. Karena pemain pernah merasakan kemenangan, pemain akan merasa kalau taruhan berikutnya akan kembali mendapatkan kemenangan. Ini yang membuat pemain judi online terus membuat taruhan meskipun kalah berkali-kali.
Berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), setidaknya jumlah pemain judi online di Indonesia mencapai 3,5 juta orang. Dari jumlah itu hampir 80 persen berasal dari kalangan menengah ke bawah dan didominasi oleh kaum muda berusia 17-20 tahun.
Tentunya, data itu hanyalah puncak gunung es karena ada ribuan situs judi online yang terus diproduksi tiap harinya.
Deflasi atau penurunan daya beli belakangan ini sebenarnya dapat dibaca sebagai efek domino dari efek candu judi online. Dengan algoritma yang membuat pemainnya selalu kalah, itu membuat uang yang seharusnya digunakan untuk belanja, justru hangus karena digunakan untuk bermain judi online.
Judi Online Menurunkan Belanja Pariwisata
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa judi online memiliki efek langsung terhadap penurunan belanja pariwisata, khususnya wisatawan lokal, karena anggarannya tergerus habis untuk bermain judi online.
Selain itu, judi online juga memiliki efek domino terhadap masalah keamanan dan ketertiban sosial. Di banyak pemberitaan media massa dengan mudah kita temukan kasus pencurian, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan meningkatnya pengangguran karena efek candu judi online.
Ketertiban sosial yang terganggu akibat perilaku tidak bertanggung jawab pemain judi online yang kecanduan dapat menciptakan persepsi tidak aman terhadap destinasi pariwisata.
Pengamat pariwisata, Taufan Rahmadi Foto: (dok. Istimewa)
Dalam kamus universal pariwisata, salah satu faktor vital yang meningkatkan kunjungan wisatawan adalah faktor keamanan. Bagaimana mungkin wisatawan akan ramai berkunjung apabila mereka tidak merasa aman di destinasi wisata yang akan dituju.
Sebagai penutup, sekali lagi kita perlu memberi pujian terhadap kinerja cepat pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, yang tidak sampai 100 hari sudah membongkar praktik ironis judi online.
Demi mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, menumpas judi online sampai ke akar-akarnya adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan secara kontinyu dan masif oleh berbagai stakeholder.
------
Artikel ini ditulis Taufan Rahmadi, Pakar Strategi Pariwisata Nasional. Artikel merupakan kiriman pembaca detikcom.
(wsw/wsw)