Jakarta -
Desa Suku Baduy di Banten menarik wisatawan dengan keindahan alam dan durian organik. Musim durian 2024-2025, pengunjung memadati desa untuk mencicipi sampai rela mengalami macet di jalan, kehujanan, dan menggapai desa dengan trekking.
Dan, poin lain yang menjadi daya tarik desa Suku Baduy adalah hasil alamnya yakni durian. Akhir bulan Desember 2024 hingga akhir Januari 2025 ini merupakan musim durian yang berlimpah di wilayah ini, maka dari itu tak ayal daerah tersebut dipadati pengunjung.
detikTravel berkesempatan berkunjung ke suku yang masih kuat dengan adat-budayanya itu pada Minggu (20/1/2025). Terminal Ciboleger yang menjadi salah satu pintu masuk menuju area perkampungan Suku Baduy Luar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari pantauan di sana, berjejal orang berbondong-bondong ke desa wisata itu, belum lagi kendaraan yang terparkir di area terminal. Sampai-sampai tim detikTravel harus berjalan kaki untuk sampai ke tugu selamat datang di sana.
Karena elf yang ditumpangi tak bisa masuk ke area terminal akibat kemacetan yang panjang. Sehingga semua penumpang harus berjalan kaki untuk mencapai Terminal Ciboleger. Animo itu tak lain dan tak bukan yak arena durian.
Tak hanya di area terminalnya saja yang sesak dengan kendaraan terparkir, di jalanan menuju pemukiman Urang Baduy (Orang Baduy) juga sesak dengan wisatawan yang menuju ke beberapa titik wisata di Baduy Luar.
Tentunya final stop dari wisatawan itu adalah rumah-rumah warga yang menjajakan Durian Baduy. Salah satu penjualnya adalah Jamal, teras rumahnya dipadati pengunjung yang bersila kaki sambil memakan Durian Baduy.
Sementara itu sibuk membuka durian-durian itu dengan golok tajamnya, tak luput sebelum membuka ia memukulnya untuk mengetahui isinya sudah matang atau belum dari suaranya.
"Tuk... tuk... tuk...," suara ia memukul durian.
Kemudian, dienduslah durian itu untuk diketahui matang atau tidaknya buah tersebut. Wisatawan di rumah Jamal pun saling menunjuk durian yang mereka ingin coba dan meminta tolong untuk dibukakan oleh Jamal.
"Kang cing hayang nu eta (kang coba ingin yang itu)," kata salah satu pengunjung.
Pengunjung yang ingin menikmati Durian Baduy. (detikcom/Andhika Prasetia)
Dengan sigap yang langsung menuruti permintaan itu. Durian Baduy memiliki rasa yang khas, sekilas memang tak ada bedanya dengan durian-durian lokal lainnya dari daerah lain.
Namun tak tahu mengapa rasa Durian Baduy ini memiliki rasa yang berbeda. Menurut Jamal, perbedaan yang ketara dari Durian Baduy adalah sistem penanamannya. Pohon-pohon durian di Baduy ini tumbuh dengan organik.
"Kita mempertahankan kebudayaan kita sendiri, daerah kita sendiri agar tidak terkontaminasi dengan budaya-budaya lain. Apalagi kan ada unsur-unsur kaya kimia-kimia gitu ya," kata Jamal kepada detikTravel.
Jamal pun menjelaskan jika Durian Baduy ini tidak memiliki bentuk dan warna buah yang pakem karena itu tergantung kepada alam. Namun yang ia pastikan adalah soal rasa yang alami, tanpa terkontaminasi bahan kimia apapun.
"Menurut teman-teman gitu ya dan juga pakar (durian)-nya, sudah membandingkan antara durian daerah sini dengan daerah sana (lainnya). Jadi rasa, katanya soaln rasa," jelas Jamal.
"Terkait dengan warna mungkin bisa dibilang kalah dari durian-durian luar karena pucat, ada yang hancur, ada yang lembek, pokoknya macem-macem kalau durian sini. Kalau rasa memang (berkualitas) karena kita bukan berdasarkan suplementasi ya, kita organik, alami, tidak diragukanlah aklau soal rasa," dia menambahkan.
Dari data yang detikTravel peroleh, pengunjung yang datang ke wilayah Suku Baduy sejak Libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 hingga seribu lebih. Pada tanggal Rabu (25/12/2024) kunjungan wisatawan mencapai 1.666 orang.
Kemudian, Sabtu (28/12) kunjungan hingga 1.872 wisatawan dan Minggu (29/12) terdapat 1.282 wisatawan yang datang dalam satu hari.
Durian lah salah satu yang membuat kepadatan wisatawan di wilayah Baduy khususnya wilayah Baduy Luar dekat dengan Terminal Ciboleger. Semua itu gegara durian.
(upd/fem)