Jakarta -
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listyanto turut menanggapi potongan aplikasi ojek online (ojol) yang tembus 30 persen. Dia menegaskan, nominal tersebut terlalu besar dan memberatkan!
Eko menyarankan perusahaan ojol membuka dialog dengan mitra driver untuk mendengar masukan-masukan dan menyamakan ide. Hal tersebut bertujuan agar kedua belah pihak sama-sama diuntungkan.
"Secara umum terlalu besar nilai (potongan aplikasi) tersebut. Di sisi mitra pengemudi, persaingan mendapatkan penumpang semakin ketat, potongan malah naik. Ini tentu menyulitkan," ujar Eko, dikutip dari Antara, Jumat (17/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ojek online (ojol) Gojek dan Grab. Foto: Septian Farhan Nurhuda / detikOto
Senada dengan Eko, Yannes Pasaribu selaku pakar otomotif senior dari Institut Teknologi Bandung (ITB) juga menegaskan, potongan aplikasi 30 persen sangat memberatkan driver ojol. Sebab, mereka juga harus mengeluarkan uang untuk biaya operasional kendaraan.
"Potongan tarif hingga 30 persen jelas sangat mengurangi pendapatan mereka secara signifikan, terutama setelah memperhitungkan biaya pembelian kendaraan, biaya operasional seperti bahan bakar dan perawatan kendaraan," kata Yannes.
Diberitakan detikOto sebelumnya, Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono protes, penghasilan ojol saat ini dipotong aplikator hingga 30 persen. Padahal, menurut aturan yang berlaku, potongan aplikasi semestinya tak boleh lebih dari 20 persen.
"Berulang kali kami protes keras atas potongan biaya aplikasi yang sudah sangat tidak manusiawi dan melanggar regulasi yang tercantum dalam Kepmenhub KP nomor 1001 tahun 2022, di mana potongan aplikasi maksimal 20 persen," ujar Igun kepada detikOto.
"Namun, fakta yang terjadi di lapangan, potongan aplikasi yang diterapkan dua perusahaan besar melebihi 20 persen, bahkan hingga lebih dari 30 persen. Tidak ada tindak lanjut sanksi dari regulator atau dari Kementerian Perhubungan," tambahnya.
Ojol. Foto: Agung Pambudhy
Kondisi tersebut, kata Igun, membuat penghasilan ojol semakin tipis. Sehingga, untuk menambah penghasilan, mereka terpaksa 'kerja rodi' dengan menghabiskan lebih banyak waktu dan tenaga.
"Akibat potongan yang besar, rekan-rekan pengemudi ojol memforsir jam kerja dan waktu istirahatnya dipakai untuk bekerja lebih keras agar pendapatannya bisa memenuhi nafkah harian," kata dia.
Grab Buka Suara
Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy menanggapi keluhan asosiasi ojek online (ojol) Garda Indonesia mengenai potongan aplikasi yang mencapai 30 persen. Mereka menegaskan, kebijakan tersebut tak menyalahi aturan yang berlaku.
"Besaran biaya layanan atau biaya sewa aplikasi yang ditetapkan oleh Grab Indonesia telah sesuai dengan regulasi yang berlaku, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 1001 Tahun 2022," respons Tirza melalui keterangan resminya.
Tirza menjelaskan, biaya layanan tersebut merupakan bentuk bagi hasil antara perusahaan aplikator dengan mitra dalam menyediakan layanan transportasi bagi masyarakat.
Dia memastikan, sebagian dari biaya layanan itu dikembalikan untuk menunjang kebutuhan dan membantu pengembangan ojol. Misalnya, untuk dukungan operasional, insentif, beasiswa dan asuransi kecelakaan.
"Adapun sebagian dari biaya layanan ini dikembalikan untuk menunjang kebutuhan dan membantu pengembangan kapasitas mitra pengemudi melalui berbagai inisiatif," kata dia.
(sfn/din)