Jakarta -
Elang jawa lestari hingga kini. Mereka yang khas dengan jambul di belakangnya hidup di atas lebatnya hutan beberapa taman nasional, salah satunya di kawasan Bromo.
Dalam unggahan terbaru Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), mereka memberi tahu bahwa kawasan yang dikelolanya masih dihuni oleh elang jawa. Mereka dikatakan sebagai pemangsa asli di Pulau Jawa.
"Elang jawa (Nisaetus bartelsi) dianggap sebagai simbol nasional yang menjadi inspirasi maskot Garuda Pancasila, lambang negara Indonesia kita tercinta lho#sahabatmentaritengger," kata TNBTS, Rabu (22/1/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Elang Jawa (TNBTS)
"Elang Jawa merupakan salah satu spesies burung pemangsa yang endemik di Pulau Jawa yang dikenal karena penampilannya yang gagah dan jambul khas di kepalanya, yang membuatnya terlihat sangat anggun dan menakjubkan. Semakin mirip dengan Garuda kan sahabat," katanya.
"Dengan keindahan dan pentingnya dalam ekosistem, elang jwa adalah salah satu satwa yang patut kita jaga dan lestarikan ya sahabat. Semoga mereka semakin lestari di alam liar. Salam Konservasi. 🍃," pernyataan mereka.
Tentang elang Jawa
Elang jawa merupakan spesies burung endemik yang keberadaannya mulai langka. Satwa ini pertama kali ditemukan keluarga Bartels yang berkebangsaan Jerman.
Kisah keluarga Bartels diceritakan dalam laman resmi Gunung Gede Pangrango. Sejarah mencatat, selain menemukan elang jawa, keluarga Bartels juga penemu 21 spesies, baik berupa burung, kelelawar, dan tikus. Tujuh di antaranya masih dalam Red List IUCN (daftar merah spesies terancam).
Lalu bagaimana kisah keluarga Bartels yang menemukan banyak spesies hewan termasuk Elang Jawa di Sukabumi?
Seluruh kisah tersebut tidak terlepas dari lokasi museum sekaligus rumah keluarga Bartels di Pasir Datar, Sukabumi yang saat ini menjadi lokasi Pusat Konservasi Elang Jawa Cimungkad, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi.
Tempat itu masih berada di bawah naungan Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BTNGGP).
Max Eduard Gottlieb Bartels, pria ini lahir pada 24 Januari 1871 dan wafat pada 7 April 1936. Dia merupakan seorang Ornitholog yang dilahirkan di Kota Bielefeld, Jerman, dari seorang ayah yang bekerja sebagai arsitek.
Ia merupakan anggota Deutsche Ornithologische Gesellschaft (Jerman Ornitolog Society) yang berpusat di Boon sejak tahun 1903.
Pada tahun 1895, MEG Bartels yang saat itu berusia 24 tahun pindah ke Pulau Jawa untuk menghindari Wajib Militer di Jerman. Dia memiliki ketertarikan dengan kehidupan alam liar, terutama burung.
MEG Bartels bekerja di Perkebunan Teh Pangrango, yang saat ini menjadi Resort Pasir Datar, Sukabumi. Karena keuletannya dalam bekerja, pada tahun 1898, MEG Bartels pun diangkat menjadi Kepala Perkebunan tersebut.
Tepat pada 19 Agustus 1901, MEG Bartels menikah dengan Angeline Cardine Henriette Maurenbrecher, seorang pelukis asal Belanda. Karya sang istri bahkan dipajang di National Museum of Natural History Leiden.
Dari pernikahannya itu, mereka dikaruniai tiga orang anak yaitu Dr. Max Bartels Jr (1902-1943), Ernst Bartels (1904-1976), dan Hans Bartels (1906-1997).
MEG Bartels memiliki kegemaran mengoleksi specimen satwa terutama berbagai jenis burung dan telurnya, harimau jawa, macan tutul, tikus, tulang banteng dan lain-lain. Koleksi itu tercatat sebagai koleksi Keluarga Bartels yang kini berada di National Museum of Natural History (NMNH) Leiden.
Berkat kegemarannya tersebut, beberapa nama burung, tikus dan tupai berhasil diidentifikasi berdasarkan koleksinya. Oleh karena itu nama Bartels, Max dan Angeline digunakan dalam nama latin satwa tersebut.
(msl/fem)