Sejarah Lengkap Plengkung Gading dari Awal Dibangun sampai Sekarang Ditutup

3 hours ago 2

Yogyakarta -

Plengkung Gading yang bersejarah di Jogja kini telah ditutup untuk warga umum. Begini sejarah lengkap Plengkung Gading dari awal dibangun sampai sekarang:

Plengkung Gading resmi ditutup untuk warga sejak Sabtu 15 Maret 2025, setelah sempat dibuka untuk umum selama puluhan tahun. Jika kita menilik sejarah Plengkung Gading, ternyata bangunan ini sudah berusia ratusan tahun sejak awal pembangunannya.

Berdasarkan catatan sejarah, dahulu terdapat lima plengkung yang mengelilingi keraton Yogyakarta. Namun, hanya ada dua yang tersisa saat ini yaitu Plengkung Gading dan Plengkung Wijilan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak heran jika otoritas terkait memiliki tekad untuk menjaga bangunan tersebut. Sebelum ditutup total seperti sekarang, Plengkung Gading telah melalui sejarah yang sangat panjang.

Berikut Sejarah Lengkap Plengkung Gading:

1. Awal Pembangunan

Dirangkum dari buku Tamansari tulisan Drs Djoko Soekiman dkk, Plengkung Gading yang juga dikenal sebagai Plengkung Nirbaya merupakan salah satu dari lima gerbang utama yang mengelilingi Keraton Jogja. Gerbang ini terletak di sebelah selatan Alun-Alun Selatan dan hingga kini masih berdiri utuh.

Benteng yang mengelilingi kompleks keraton ini dibangun pada tahun 1704 dalam penanggalan Jawa atau sekitar tahun 1778 Masehi. Benteng tersebut berbentuk persegi empat dengan panjang tiap sisi sekitar satu kilometer.

Dinding benteng terdiri dari dua lapis tembok tebal yang berisi tanah di antara kedua lapisan tersebut, menciptakan struktur pertahanan yang kokoh. Di setiap sudut benteng terdapat gardu pengintaian yang disebut tulaktala.

Plengkung Nirbaya memiliki peran penting dalam sistem pertahanan Keraton Jogja. Gerbang ini pada masanya dijaga ketat oleh prajurit keraton dan di depannya terdapat jembatan angkat (kreteg gantung) yang melintasi parit berisi air jernih dari Sungai Winanga.

Jembatan ini hanya diturunkan pada pukul 06.00 hingga 18.00, sementara di luar jam tersebut, jembatan diangkat untuk mencegah akses masuk ke dalam benteng.

Nama 'Nirbaya' memiliki makna khusus, yaitu 'bebas dari bahaya', yang mencerminkan fungsinya sebagai gerbang utama bagi raja yang hendak keluar dari keraton untuk menjalani ritual penting, termasuk perjalanan terakhir menuju pemakaman raja-raja Mataram di Imogiri.

Oleh sebab itu, Plengkung Nirbaya memiliki nilai simbolis yang mendalam dalam tradisi Keraton Jogja. Keadaan benteng dan sekitarnya ini tergambar di dalam salah satu tembang Jawa kuno, yaitu tembang Mijil.

Berikut lirik dari tembang Mijil tersebut:

Ing Mataram betengira inggil
Ngubengi kadaton
Plengkung lima mung papat mengane
Jagang jero, toyanira wening
Tur pinacak saji
Gayam turut lurung.

Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, berikut ini artinya.

Mataram berbenteng tinggi
Mengitari istana
Berpintu gerbang lima, hanya empat yang terbuka
Berparit dalam, airnya jernih
Dan berpagar kayu runcing
Pohon gayam di sepanjang jalan.

2. Parit Kemudian Diubah Menjadi Jalan

Seiring berjalannya waktu, sistem pertahanan Keraton Jogja mengalami perubahan besar, termasuk pada parit yang mengelilingi benteng. Menurut laman resmi Dinas Pariwisata DIY, parit yang dahulu berfungsi sebagai penghalang alami terhadap serangan musuh ini awalnya memiliki lebar sekitar 10 meter dan kedalaman 3 meter.

Airnya dialirkan dari Sungai Winongo, yang dibendung di sebelah utara desa Pingit, lalu diteruskan ke sekitar kompleks istana.

Namun, pada 1935, parit ini secara bertahap mengalami perubahan fungsi hingga akhirnya hilang. Tidak diketahui secara pasti kapan proses alih fungsi tersebut dimulai dan bagaimana tahapannya berlangsung.

Yang jelas, parit yang dahulu berfungsi sebagai perlindungan keraton akhirnya ditimbun dan dijadikan jalan raya yang kini digunakan untuk lalu lintas umum.

3. Plengkung Gading Akhirnya Ditutup

Selama puluhan tahun, Plengkung Gading berfungsi sebagai akses lalu lintas untuk masyarakat umum yang menjadi jalur penting bagi warga dan pengendara yang melintasi kawasan Jeron Beteng.

Namun, kepadatan lalu lintas yang meningkat serta kondisi fisik bangunan yang semakin rentan mendorong pemerintah untuk melakukan langkah-langkah pengelolaan yang lebih ketat.

Pada 10 Maret 2025, Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta (Dishub DIY) mulai menerapkan uji coba rekayasa lalu lintas dengan sistem satu arah (SSA) di ruas Jalan Gading atau Plengkung Nirbaya.

Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi kepadatan lalu lintas dan menjaga kelancaran arus kendaraan di kawasan tersebut. Dalam skema baru ini, kendaraan dari dalam Jeron Beteng hanya diperbolehkan keluar menuju Jalan M.T. Haryono, Jalan DI Panjaitan, dan Jalan Mayjend Sutoyo.

Sebaliknya, kendaraan dari arah luar tidak diizinkan masuk melalui Plengkung Gading. Pembatasan ini diterapkan dalam dua periode waktu, yaitu pukul 07.00-09.00 WIB dan 15.00-17.00 WIB, dengan pengawasan ketat oleh petugas lalu lintas.

Setelah uji coba SSA berjalan selama beberapa hari, pemerintah daerah memutuskan untuk menutup total akses melalui Plengkung Gading pada 15 Maret 2025.

Keputusan itu berdasarkan pada hasil evaluasi yang dilakukan oleh Dinas PUPESDM DIY, yang menunjukkan bahwa kondisi fisik Plengkung Gading lebih rentan daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Usia bangunan, tekanan akibat lalu lintas, serta faktor lingkungan menjadi penyebab utama yang mempercepat kerusakan struktur gerbang.

Dinas Kebudayaan DIY menyatakan bahwa upaya mitigasi yang dilakukan selama ini belum cukup untuk menjamin keselamatan Plengkung Gading dan para pengguna jalan.

Oleh karena itu, langkah penutupan penuh Plengkung Gading dianggap sebagai kebijakan terbaik untuk menyelamatkan bangunan bersejarah ini dari risiko keruntuhan yang dapat membahayakan masyarakat.


-------

Artikel ini telah naik di detikJogja.


(wsw/wsw)

Read Entire Article
Global Sports | Otomotif Global | International | Global news | Kuliner