Jakarta -
Pengusaha truk mengancam mogok massal. Sebabnya, kendaraan logistik dibatasi lebih lama saat musim mudik Lebaran tahun ini.
Pembatasan angkutan logistik di musim mudik lebaran tahun ini lebih lama. Jika tahun-tahun sebelumnya truk dibatasi hanya 10-12 hari, tahun ini mereka dilarang beroperasi selama 16 hari.
Karenanya, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengancam mogok massal. Dalam surat pemberitahuan yang diterima detikOto, Aptrindo DKI Jakarta akan melakukan aksi stop operasi pada Kamis dan Jumat (20-21/3/2025). Aptrindo meminta agar pemerintah merevisi durasi pembatasan operasional kendaraan angkutan barang selama masa Lebaran tahun 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk diketahui, Pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Direktur Jenderal Bina Marga tentang Pengaturan Lalu Lintas Jalan Serta Penyeberangan Selama Masa Arus Mudik dan Arus Balik Angkutan Lebaran Tahun 2025/1446 Hijriah.
Dalam SKB tentang pengaturan lalu lintas jalan serta penyeberangan selama masa arus mudik/balik angkutan Lebaran 2025/144 Hijriah itu, pembatasan angkutan barang akan diberlakukan mulai Senin (24/3/2025) pukul 00.00 WIB hingga Selasa (8/4/2025) pukul 24.00 di jalan tol dan nontol. Pada Lebaran mendatang, pembatasan diberlakukan selama 16 hari, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya selama 10-12 hari.
Keputusan pembatasan pengoperasian angkutan barang ini dinilai tidak mempertimbangkan masukan dari pihak asosiasi para pelaku usaha angkutan barang mengenai dampak lamanya pembatasan pengoperasian angkutan barang.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, kesejahteraan sopir truk juga tidak ada yang memperhatikan. Jangankan mendapat tunjangan hari raya (THR), mau bekerja mencari pendapatan untuk keluarga jelang mudik dibatasi operasional truknya.
"Pengumuman pelarangan beroperasi hendaknya diberlakukan 1 bulan sebelumnya. Agar para pengusaha angkutan sudah bisa menjadwalkan keberangkatan dan pulang kembali armada truknya. Masa pelarangan tidak perlu lama (tidak lebih dari 10 hari), jika pemerintah sudah membenahi angkutan umum di daerah dan tidak fokus mengangkut logistik menggunakan jalan raya. Sebagai negara kepulauan, moda alternatif lain masih ada untuk mengangkut barang, seperti jalan rel dan perairan," kata Djoko dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Djoko, harus ada kompromi mengenai masalah ini. Jalan tengahnya adalah pemerintah mengikuti permintaan Aptrindo, namun dengan catatan dilarang beroperasi armada truk yang berlebihan dimensi dan muatan (over dimension dan over load /ODOL).
Djoko juga menyoroti kondisi kesejahteraan sopir truk. Akibat persaingan tarif mengangkut barang juga berimbas pada pendapatan sopir truk. Hal itu juga memberikan dampak adanya truk ODOL.
"Selama tahun 2024, Pusat Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan melakukan pemetaan di lapangan dan diskusi dengan beberapa pihak berkepentingan. Hasilnya, usia pengemudi rata-rata 40 - 55 tahun, surat izin Mengemudi (SIM) yang dimiliki pengemudi belum sesuai dengan jenis kendaraan yang dikemudikannya, pengemudi memperoleh SIM tanpa melalui Pendidikan dan Pelatihan/Diklat (tanpa Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan/STTPP). Penghasilan pengemudi sebulan rata-rata Rp 1 juta sampai dengan Rp 4 juta, masih di bawah upah minimal di daerah," katanya.
"Logistik sembako seluruh masyarakat Indonesia diangkut menggunakan truk atas jasa sopir truk. Namun hingga sekarang perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan sopir truk sangat minim. Meminta dibuatkan standar minimum upah pengemudi truk, hingga sekarang belum dituntaskan oleh Kementerian Tenaga Kerja. Bisa jadi menunggu mogok massal sopir truk baru segera dikabulkan permintaannya," pungkasnya.
(rgr/dry)