Risiko Haji Ilegal Sebuah Jalan Pintas Berujung Petaka

1 day ago 24

Jakarta -

Ibadah haji jadi impian banyak orang, tapi antreannya yang panjang bikin sebagian nekat cari jalan pintas, berhaji tanpa visa resmi alias jalur ilegal. Padahal, cara ini nggak cuma bikin repot diri sendiri, tapi juga bisa berujung celaka dan masalah hukum serius.

Ya, risikonya celaka itu bahkan sangat besar, termasuk ancaman keselamatan jiwa. Di tengah pengawasan ketat Pemerintah Arab Saudi, upaya untuk berhaji secara nonprosedural bukan saja tidak dibenarkan, tetapi juga sangat berbahaya.

Pemerintah Arab Saudi mengantisipasi munculnya jemaah haji ilegal itu jauh-jauh hari. Sejak awal April 2025, Saudi resmi menghentikan penerbitan visa umrah dan kunjungan bagi warga dari 14 negara, termasuk Indonesia. Kebijakan itu berlaku hingga pertengahan Juni 2025, seiring persiapan puncak musim haji.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Otoritas Saudi bahkan menetapkan 13 April 2025 sebagai batas akhir kedatangan jamaah umrah. Kemudian, mewajibkan seluruhnya meninggalkan Arab Saudi paling lambat 29 April 2025.

Penegakan Aturan: Deportasi hingga Penjara

Arab Saudi memperketat haji ilegal setiap tahun. Seluruh jalur masuk ke Makkah dijaga ketat oleh aparat militer, razia besar-besaran dilakukan, dan rumah-rumah warga yang dicurigai menampung jamaah nonhaji turut diperiksa.

Jamaah tanpa visa haji resmi yang tertangkap dapat dideportasi, didenda besar, dipenjara, atau bahkan masuk daftar hitam-larangan masuk ke Arab Saudi hingga 10 tahun.

Tahun lalu, misalnya, seorang ketua DPRD dari salah satu kabupaten di Pulau Jawa ditahan dan diadili karena mencoba berhaji secara ilegal. Perusahaan travel yang terlibat pun bisa dikenai denda hingga SAR 100.000 (lebih dari Rp 400 juta) jika kedapatan tidak melaporkan jamaah overstay.

Mulai 29 April 2025, hanya mereka yang memiliki izin resmi-baik visa haji, tempat tinggal tetap di Makkah, atau petugas pelayanan haji-yang boleh memasuki kota suci. Semua izin masuk harus melalui platform digital seperti Absher dan Muqeem.

Realita Pahit Jamaah Ilegal

Pada penyelenggaraan haji 2024 lalu (1445 H), puluhan WNI dideportasi dan beberapa lainnya divonis bersalah oleh pengadilan Saudi karena menggunakan visa nonhaji. Mereka menyamar dan berpindah-pindah tempat demi menghindari razia.

Sebanyak 24 WNI ditangkap di Bir Ali, Madinah, ketika hendak berihram tanpa dokumen resmi. Mereka mengaku tidak marah pada pelaku yang mengajak, karena telah didoktrin bahwa jika gagal berhaji, itu adalah ketetapan Allah SWT.

Keyakinan semacam ini sering disalahgunakan. Padahal, berhaji tanpa prosedur justru melanggar syariat. Tidak hanya membahayakan diri sendiri, tetapi juga merugikan jamaah lain.

Jamaah ilegal tidak mendapatkan fasilitas resmi seperti tenda, transportasi, dan makanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Mereka terpaksa berjalan jauh di bawah suhu ekstrem hingga 50 derajat Celcius. Risiko dehidrasi dan kelelahan berat sangat tinggi.

Jika nekat bergabung dengan rombongan haji resmi, mereka justru mencuri hak jamaah sah. Ini bukan hanya pelanggaran, tapi juga menimbulkan pertanyaan soal kemabruran haji.

Lebih parah lagi, mereka kerap terkatung-katung saat pulang, karena tidak tercatat dalam sistem penerbangan haji resmi.

Pada musim haji 2024, tercatat 1.301 jamaah meninggal dunia di Arab Saudi. Sekitar 83 persen di antaranya adalah jamaah nonprosedural yang tidak memiliki akses terhadap fasilitas, dan meninggal karena kelelahan dan suhu ekstrem.

Baru-baru ini, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengungkapkan seorang WNI berinisial SM ditemukan tewas di tengah gurun Arab Saudi hendak masuk ke Makkah. WNI tersebut terjaring razia dan memaksakan diri untuk masuk ke Makkah.

"KJRI Jeddah tengah melakukan koordinasi dengan kepolisian wilayah Jumum dan didapatkan informasi bahwa almarhum ditemukan meninggal pada tanggal 27 Mei 2025 di tengah gurun," kata Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kemlu Judha Nugraha, berdasarkan video kepada wartawan, Minggu (1/6).

Awalnya, SM bersama 10 WNI lainnya sudah terjaring razia hendak memaksa masuk ke Makkah secara nonpresedural. Diminta kembali ke Jeddah, SM bersama 2 WNI inisial J dan S, justru memaksakan diri kembali masuk ke Makkah.

Perspektif Fikih: Sah Tapi Berdosa

Wakil Sekretaris LBM PBNU, Alhafiz Kurniawan, menjelaskan bahwa dari sisi fikih, ibadah haji tetap sah bila rukun dan syaratnya terpenuhi. Namun, menunaikan haji tanpa mematuhi peraturan pemerintah adalah bentuk pelanggaran syariat.

Artinya, secara hukum ibadahnya sah, tapi pelakunya berdosa karena tidak menaati pemerintah-yang dalam konteks ini memiliki otoritas mengatur pelaksanaan ibadah demi kemaslahatan umat.


(fem/fem)

Read Entire Article
Global Sports | Otomotif Global | International | Global news | Kuliner